Breaking

Dishub Kota Malang Tegaskan Pejabat Tak Lagi Gunakan Sirene dan Rotator di Jalan Raya

Dishub Kota Malang tegaskan pejabat tak lagi gunakan sirene dan rotator di jalan raya. Kebijakan ini diambil sebagai respons atas gerakan viral “Stop Tot Tot Wuk Wuk” yang memprotes penyalahgunaan strobo dan sirene. Hanya kendaraan darurat seperti ambulans dan pemadam kebakaran yang tetap diizinkan menyalakan sirene sesuai aturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.

Menanggapi fenomena itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menertibkan penggunaan rotator dan sirene agar sesuai aturan. Bahkan, ia memastikan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Malang tidak lagi menggunakan pengawalan prioritas di jalan raya dalam kegiatan sehari-hari.

“Wali Kota Malang sudah menegaskan tidak akan memakai sirene maupun rotator. Kalau jalan macet, ya dinikmati saja, sama seperti pengguna jalan lainnya,” ujar Widjaja pada Minggu (21/9/2025).

Fenomena “Stop Tot Tot Wuk Wuk” berawal dari keresahan masyarakat yang terganggu dengan suara sirene nyaring dan lampu rotator menyilaukan. Banyak pengendara menilai perangkat itu sering dipakai tidak sesuai aturan, sehingga justru mengganggu kenyamanan lalu lintas.

Istilah tersebut menirukan bunyi khas sirene dan strobo yang kerap diperdengarkan di jalan raya. Gerakan ini kemudian menyebar luas di platform digital, menjadi bentuk kritik terhadap arogansi pengguna jalan yang seakan meminta prioritas tanpa alasan darurat.

Menurut Widjaja, pemerintah daerah tidak bisa mengabaikan suara publik. Karena itu, pihaknya menegaskan kembali aturan yang berlaku. “Dasar hukum sudah jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sirene dan rotator hanya boleh digunakan untuk kepentingan tertentu yang spesifik dan diatur ketat,” tegasnya.

Meskipun penggunaan sirene bagi pejabat dihentikan, Widjaja memastikan aturan tidak mengurangi hak kendaraan yang memang membutuhkan prioritas utama. Ambulans, mobil jenazah, dan armada pemadam kebakaran tetap diperbolehkan memakai sirene serta rotator sesuai kebutuhan.

“Tidak ada kompromi dalam hal ini. Ambulans dan pemadam kebakaran mutlak berhak menggunakan sirene karena menyangkut nyawa dan keselamatan publik,” jelasnya.

Ia menambahkan, aturan serupa juga berlaku untuk pengawalan tamu negara setingkat presiden, menteri, atau delegasi resmi. Dalam kondisi tersebut, penggunaan sirene masih diperbolehkan, sesuai ketentuan undang-undang dan arahan Kepolisian Republik Indonesia.

Salah satu poin penting yang ditekankan Dishub Kota Malang adalah tidak adanya perlakuan khusus bagi kepala daerah. Dengan kebijakan baru ini, rombongan Wali Kota maupun Wakil Wali Kota tidak akan menggunakan sirene saat melintasi jalan padat atau macet.

Baca Juga: Malang Tambah 1 SPAM Air Minum di Pasar Klojen

“Kalau ada kemacetan, ya dihadapi seperti pengguna jalan lain. Kami ingin memberi contoh yang baik, bahwa pejabat tidak harus mendapatkan prioritas di jalan raya,” kata Widjaja.

Ia menyebutkan, pengawalan tamu daerah atau tamu kedinasan yang sifatnya tidak mendesak juga akan dibatasi penggunaannya. Armada Dishub sendiri disebut sudah sangat jarang menyalakan sirene, kecuali pada kondisi benar-benar darurat.

Selain penegakan aturan, Dishub Kota Malang juga berupaya mengedukasi masyarakat. Sosialisasi mengenai penggunaan sirene dilakukan agar masyarakat memahami mana yang legal dan mana yang dilarang.

“Sejak lama, kami di Dishub jarang memakai strobo. Jika ada pun, hanya ketika situasi sangat darurat, misalnya pengawalan presiden atau tamu kenegaraan,” ujar Widjaja.

Ia menegaskan, koordinasi dengan kepolisian tetap menjadi acuan utama. Semua kebijakan Dishub diselaraskan dengan arahan Polri sebagai institusi yang berwenang dalam pengaturan lalu lintas nasional.

Kebijakan Pemkot Malang ini disambut positif oleh banyak warganet. Mereka menilai keputusan tersebut bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam menekan arogansi pengguna jalan. Selain itu, langkah tersebut diharapkan dapat mengurangi potensi gesekan antara pengendara dengan rombongan pejabat.

Pengamat transportasi menilai, penerapan aturan yang konsisten akan meningkatkan kepercayaan publik. “Kalau pejabat saja mau ikut aturan, masyarakat juga akan lebih patuh. Ini momentum yang baik untuk menciptakan budaya lalu lintas yang tertib,” ungkap salah satu pengamat di Malang.

Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” yang viral dinilai sebagai bentuk kritik konstruktif masyarakat. Dengan adanya respon cepat dari Dishub dan Pemkot Malang, kebijakan baru ini bisa menjadi langkah awal menciptakan jalan raya yang lebih nyaman dan setara bagi semua pengguna.

Widjaja menegaskan, kebijakan ini bukan sekadar respons sesaat terhadap tren media sosial, melainkan bagian dari komitmen jangka panjang. “Kami ingin memastikan penggunaan sirene dan rotator tepat sasaran. Aturan ada untuk ditaati, bukan untuk diabaikan,” tegasnya.

Ke depan, Dishub Kota Malang akan terus memantau situasi di lapangan dan menindak tegas penyalahgunaan perangkat prioritas. Masyarakat juga diimbau untuk berani melaporkan jika menemukan pelanggaran.

Dengan langkah tegas ini, diharapkan lalu lintas Kota Malang bisa lebih tertib, aman, dan tidak lagi diwarnai suara “tot tot wuk wuk” yang meresahkan.

Baca Juga: Bea Cukai Malang Sita 18,2 Juta Batang Rokok Ilegal Senilai Rp27,1 Miliar