Breaking

Disdik Kabupaten Malang bentuk Satgas Anak Tidak Sekolah, Targetkan Zero ATS

Disdik Kabupaten Malang bentuk Satgas Anak Tidak Sekolah (ATS) untuk menekan jumlah 19.960 anak yang belum bersekolah, putus sekolah, dan tidak melanjutkan pendidikan. Upaya ini menjadi langkah nyata menuju target zero ATS di seluruh wilayah Kabupaten Malang dalam beberapa tahun ke depan.

Kepala Disdik Kabupaten Malang, Suwadji, menjelaskan bahwa angka tersebut terbagi dalam beberapa kategori, antara lain 6.241 anak putus sekolah (drop out), 6.715 anak yang belum pernah bersekolah, serta 6.774 anak yang sudah lulus namun tidak melanjutkan pendidikan (LTM). Selain itu, terdapat 230 orang berusia di atas 24 tahun yang juga masuk dalam kategori tidak sekolah.

Menurutnya, wilayah dengan tingkat ATS tertinggi berada di Kecamatan Dampit, Sumbermanjing Wetan, dan Singosari. Untuk mengatasi masalah ini, pihaknya membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anak Tidak Sekolah (ATS) yang bertugas khusus melakukan pendataan dan penanganan di seluruh kecamatan.

“Satgas ini akan bekerja di lapangan bersama perangkat desa, camat, dan tim PKK untuk memastikan setiap anak mendapatkan hak pendidikan. Target kami jelas: zero ATS di Kabupaten Malang,” ujar Suwadji, Senin (21/10/2025).

Sebagai langkah nyata, pada tahun 2025 ini, sebanyak 454 anak tidak sekolah telah menerima bantuan pendidikan senilai Rp1,2 juta per anak. Bantuan tersebut disalurkan melalui 50 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang tersebar di berbagai wilayah Kabupaten Malang.

Melalui program ini, anak-anak ATS dapat mengikuti pendidikan kesetaraan dan memperoleh ijazah Paket A, Paket B, atau Paket C, setara dengan jenjang SD, SMP, dan SMA. Dengan demikian, mereka memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja dengan legalitas ijazah yang sah.

“Kami ingin semua anak yang putus sekolah kembali memiliki semangat belajar. Mereka bisa menempuh jalur formal atau nonformal, yang penting tidak berhenti belajar,” tambah Suwadji.

Komitmen Pemkab Malang untuk menghapus angka anak tidak sekolah ditegaskan langsung oleh Wakil Bupati Malang, Lathifah Shohib. Ia menyebut, pendidikan adalah hak dasar yang wajib dipenuhi oleh pemerintah.

“Hak-hak pendidikan harus dipenuhi. Jika ada kendala ekonomi atau sosial, pemerintah hadir untuk mencarikan solusi. SDM adalah aset berharga yang harus terus ditingkatkan,” tegas Lathifah usai menghadiri Workshop Penanganan ATS di Hotel Rayz UMM, Selasa (21/10/2025).

Baca Juga: SPBU Sukun Kota Malang Ditutup Sementara oleh Pertamina, Buntut Kasus yang Viral

Menurutnya, Pemkab Malang akan menerapkan perencanaan berjangka agar penurunan angka ATS bisa dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan setiap tahun. Dalam upaya ini, semua elemen pemerintahan desa hingga kecamatan akan dilibatkan untuk memastikan pendataan anak tidak sekolah dilakukan secara menyeluruh.

“Kami membuat target tahunan agar penanganan bisa lebih terukur dan efektif. Data yang valid menjadi dasar penting dalam menentukan kebijakan,” ujarnya.

Upaya pemerintah daerah ini juga mendapat dukungan penuh dari DPRD Kabupaten Malang. Ketua Komisi IV DPRD, Ziaul Haq, menilai langkah pembentukan Satgas ATS dan pemberian bantuan pendidikan adalah kebijakan yang tepat.

Namun ia menegaskan, perlu adanya seleksi ketat dalam pemberian bantuan agar program berjalan efektif dan tepat sasaran.

“Semua anak tidak sekolah berhak mendapat bantuan, tapi seleksi tetap diperlukan. Jangan sampai sudah menerima bantuan, malah berhenti di tengah jalan,” kata Ziaul Haq.

Ia menambahkan, pernah ditemukan kasus di mana penerima bantuan yang telah mendapat SK Bupati memilih mengundurkan diri sebelum program selesai. Hal ini dianggap merugikan karena kesempatan tersebut seharusnya bisa diberikan kepada anak lain yang lebih berkomitmen untuk belajar.

Berdasarkan evaluasi Dinas Pendidikan, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan anak-anak di Kabupaten Malang tidak melanjutkan pendidikan. Salah satu penyebab utama adalah faktor ekonomi, di mana anak-anak dari keluarga kurang mampu terpaksa berhenti sekolah untuk membantu orang tua bekerja.

Selain itu, faktor sosial dan budaya juga turut memengaruhi, seperti anak yang lebih memilih masuk pondok pesantren tanpa mengikuti pendidikan formal, hingga kasus kenakalan remaja yang membuat mereka enggan kembali ke sekolah. Bahkan, beberapa anak berhenti karena keterbatasan fisik atau disabilitas yang belum sepenuhnya tertangani.

“Kami memahami penyebabnya beragam. Karena itu, pendekatannya juga harus berbeda, disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak,” ujar Suwadji.

Untuk mempercepat penanganan, Disdik juga membentuk program Satgas Sapu Bersih Anak Tidak Sekolah (Saber ATS) melalui SK Bupati Malang. Program ini menggandeng lintas sektor mulai dari perangkat desa, guru, hingga lembaga sosial.

Selain itu, ada pula Gerakan Orang Tua Asuh, yang bertujuan membantu anak-anak dari keluarga miskin atau berprestasi namun kesulitan ekonomi. Melalui program ini, masyarakat atau pihak swasta dapat menjadi donatur untuk membiayai pendidikan anak-anak ATS.

“Gerakan ini adalah wujud gotong royong agar tidak ada anak di Kabupaten Malang yang kehilangan hak belajar hanya karena faktor finansial,” jelas Suwadji.

Pemerintah juga memberikan beasiswa bagi siswa miskin serta pembebasan biaya sekolah di lembaga pendidikan negeri. Dengan serangkaian program tersebut, Disdik optimistis Kabupaten Malang dapat mencapai target zero ATS pada tahun-tahun mendatang.

Langkah-langkah terukur, kolaborasi lintas sektor, dan partisipasi aktif masyarakat diharapkan mampu menjadi kunci keberhasilan dalam menghapus angka anak tidak sekolah di wilayah Kabupaten Malang.

Baca Juga: Rendra Masdrajad Safaat Serap Aspirasi di Kelurahan Pandanwangi, Soroti Masalah TPA dan Gorong-Gorong