Breaking

Anggaran DBHCHT Menyusut Program Bantuan Pekerja di Malang Terancam Turun 2026

Anggaran DBHCHT Menyusut Program Bantuan Pekerja di Malang Terancam Turun 2026
Anggaran DBHCHT Menyusut Program Bantuan Pekerja di Malang Terancam Turun 2026

infomalangProgram perlindungan jaring sosial bagi pekerja informal atau jaminan sosial tenaga kerja di Kota Malang diperkirakan akan menghadapi pukulan keras pada tahun 2026.

Penurunan drastis alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima oleh Pemerintah Kota Malang menjadi biang keladi penyusutan anggaran, sebuah kondisi yang mengancam keberlanjutan manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan bagi puluhan ribu pekerja di sektor informal.

Kabar ini sontak memicu kekhawatiran serius di kalangan pekerja kecil, mulai dari pedagang kaki lima, pengemudi ojek online, hingga pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang selama ini sangat bergantung pada subsidi iuran BPJS Ketenagakerjaan dari Pemkot Malang.

Di tengah gejolak ekonomi, program ini telah menjadi bantalan penting yang memberikan rasa aman dari risiko kecelakaan kerja dan kematian.

Penurunan Alokasi DBHCHT dan Dampak Anggaran Disnaker

Arif Tri Sastyawan, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, mengungkapkan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk program perlindungan pekerja informal pada tahun 2026 hanya mencapai sekitar Rp4 miliar lebih.

Jumlah ini anjlok signifikan, hampir separuh, dibandingkan alokasi yang diterima pada tahun 2025, yang tercatat mencapai Rp7,2 miliar.

Penurunan anggaran Disnaker-PMPTSP ini adalah konsekuensi langsung dari berkurangnya porsi DBHCHT yang mengalir ke kas daerah. Arif menjelaskan bahwa Pemkot Malang pada tahun 2025 mendapatkan alokasi DBHCHT sekitar Rp70 miliar.

Namun, untuk tahun anggaran 2026, jumlah tersebut diperkirakan hanya akan mencapai kisaran Rp40 miliar lebih.

“Ini adalah tantangan fiskal yang besar bagi kami. Kebutuhan ideal untuk menjalankan seluruh program perlindungan bagi pekerja informal secara optimal berada di kisaran Rp5,3 miliar setiap tahunnya. Dengan anggaran yang hanya Rp4 miliar lebih, kami harus melakukan penyesuaian yang sangat sulit,” ungkap Arif.

Ia memperkirakan bahwa penyusutan anggaran ini akan secara langsung berdampak pada jumlah pekerja informal yang bisa dicakup oleh program jaminan sosial.

“Yang ter-cover dengan dana Rp4 miliar lebih itu, secara kalkulasi kasar, hanya sekitar dua koma sekian miliar Rupiah yang efektif untuk iuran. Itu untuk satu tahun dan mencakup sekitar 25 ribu pekerja,” jelasnya.

Jumlah 25 ribu pekerja ini, meskipun besar, jauh di bawah angka kebutuhan ideal dan target yang telah ditetapkan.

Baca Juga: 6 Mahasiswa UIN Walisongo Semarang Hanyut Saat KKN di Kendal, 3 Ditemukan Meninggal Dunia dan 3 Masih Hilang

Capaian Program Universal Coverage di Tengah Keterbatasan

Program jaring sosial bagi pekerja informal di Kota Malang merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk mencapai Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Target ambisius program ini adalah melindungi minimal 40 persen pekerja informal di wilayah tersebut hingga akhir tahun 2025.

Hingga Oktober 2025, Disnaker-PMPTSP mencatat terdapat sekitar 43 ribu pekerja informal yang sudah terdata dalam basis data mereka.

Kelompok penerima manfaat ini sangat beragam, meliputi pengemudi ojek online (ojol), pedagang kaki lima (PKL), anggota kelompok tani, Supeltas (Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas), dan berbagai pelaku UMKM di Kota Malang.

Dari 43 ribu yang terdata, sebanyak 15 ribu pekerja telah dinyatakan lolos verifikasi dan secara aktif menerima manfaat program. Disnaker-PMPTSP mencatat telah menyalurkan dana sebesar Rp250 juta untuk pembayaran iuran bagi peserta yang sudah terdaftar.

Angka ini diperkirakan akan terus meningkat pada November 2025, dengan target jumlah penerima manfaat aktif mencapai sekitar 22 ribu orang.

Program ini memberikan perlindungan penuh dari BPJS Ketenagakerjaan. Iuran bulanan sebesar Rp16.800 per bulan dibayarkan sepenuhnya oleh Pemerintah Kota Malang melalui alokasi dana DBHCHT.

Manfaatnya sangat besar: peserta yang sudah aktif langsung memperoleh hak perlindungan selama satu tahun penuh. “Jika terjadi kecelakaan kerja atau meninggal dunia, klaim bisa langsung diproses. Ini sangat membantu pekerja informal yang sebelumnya tidak memiliki jaminan sosial,” terang Arif.

Harapan Kebijakan dan Upaya Pemkot Menghadapi Krisis Fiskal

Menyikapi ancaman penurunan anggaran ini, Disnaker-PMPTSP berkomitmen untuk melakukan segala upaya agar program vital ini tidak terhenti.

Berbagai langkah efisiensi dan optimalisasi data penerima manfaat akan segera dilakukan agar dana yang tersedia bisa dimanfaatkan secara maksimal dan tepat sasaran.

Namun, Arif Tri Sastyawan mengakui bahwa solusi permanen harus datang dari tingkat kebijakan. Ia berharap adanya kebijakan khusus dari Wali Kota Malang yang mampu menjembatani kekurangan anggaran akibat penyusutan DBHCHT.

Wali Kota diharapkan dapat mengalokasikan dana pendamping dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) non-DBHCHT untuk menambal defisit sebesar Rp1,3 miliar lebih dari kebutuhan ideal.

“Perlindungan sosial bagi pekerja informal adalah investasi penting bagi ketahanan ekonomi daerah. Ketika pekerja terlindungi, maka produktivitas meningkat dan risiko sosial dapat ditekan. Kami tidak ingin program ini berhenti atau manfaatnya berkurang karena keterbatasan dana,” katanya.

Arif juga berharap dukungan dari pemerintah pusat agar kebijakan pembiayaan program jaminan sosial melalui DBHCHT bisa tetap memperhatikan aspek sosial dan kebutuhan riil di daerah.

Dengan menurunnya alokasi DBHCHT, Kota Malang kini dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga keberlanjutan program sosial pekerja. Keberhasilan Pemkot Malang dalam mencari solusi pendanaan alternatif akan menjadi kunci agar perlindungan tenaga kerja informal tidak terputus di tengah jalan, memastikan bahwa pekerja kecil tetap mendapatkan hak jaminan sosial mereka.

Baca Juga: Kementerian PU Gelar Apel Kesiapsiagaan Hadapi Musim Hujan dan Nataru 2025/2026