Breaking

Dito Arief Ajak Masyarakat Malang Pilih Pemimpin Bersih di Pilwali 2024

Politisi Partai NasDem, Dito Arief Nurakhmadi. Mengajak masyarakat Kota Malang untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Malang 2024 dengan bijak. Menurutnya, masyarakat harus cermat memilih pemimpin agar tidak terjebak pada pilihan yang salah.

Pentingnya Memilih Pemimpin dengan Rekam Jejak Bersih

Dito yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Kota Malang periode 2024-2029. Ia menyampaikan bahwa beberapa politisi tetap berkomitmen teguh pada kepentingan rakyat. Namun, dia juga mengingatkan bahwa potensi terjebak dalam korupsi sangat besar. Mengingat sejarah Kota Malang yang pernah mengalami kasus korupsi melibatkan eksekutif dan legislatif. 

“Rekam jejak pemimpin kita jelas, dan masyarakat harus bisa menilai dengan rasional,” ujarnya pada Sabtu (12/10/2024). Dito menegaskan pentingnya pemilih memilih pemimpin yang bersih dan memiliki integritas untuk menghindari terulangnya kasus korupsi yang mencoreng nama Kota Malang.

Baca juga:

Warisan Budaya yang Harus Dilestarikan, Kesenian Bantengan

Alasan Partai NasDem Dukung Paslon Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin

Sebagai juru bicara tim pemenangan pasangan Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin (WALI), Dito menjelaskan bahwa NasDem bersama 14 partai politik lainnya mendukung Wahyu Hidayat karena melihat integritasnya. Dia menyoroti bahwa ada kandidat lain yang melakukan proses lelang jabatan untuk posisi wakil wali kota, suatu praktik yang menurutnya tidak baik. 

“Kami melihat indikasi adanya lelang jabatan oleh kandidat lain, dan itu menjadi alasan mengapa kami memilih Pak Wahyu Hidayat,” jelas Dito. Dito juga menegaskan bahwa pasangan Wahyu dan Ali menjalani proses politik tanpa embel-embel mahar politik, suatu hal yang menurutnya langka di dunia politik saat ini.

Kritik terhadap Mahar Politik di Kota Malang

Dito juga mengungkapkan bahwa sudah menjadi rahasia umum tentang praktik mahar politik di kalangan partai politik. Ia bahkan mengaku pernah mendengar adanya kandidat yang membayar mahar hingga Rp15 hingga 25 miliar untuk menjadi calon wakil wali kota. 

“Saya kira itu proses yang kurang baik dan menjadi catatan kami sebagai partai politik,” ungkapnya. Dito menekankan bahwa pemimpin seharusnya belajar dari kesalahan masa lalu dan tidak mengulangi praktik yang mencederai demokrasi. “Pemimpin harus belajar dari kesalahan. Bagaimana mau belajar dari kesalahan, kalau proses pencalonannya saja masih seperti itu,” tandas Dito.

Baca juga:

Peran Tidur dalam Meningkatkan Kesehatan Mental dan Fisik