Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai Januari 2025 menuai berbagai tanggapan dari masyarakat dan pelaku usaha. Banyak pihak khawatir kebijakan ini akan memperburuk daya beli masyarakat dan memengaruhi pendapatan perusahaan.
Reaksi Publik dan Pelaku Usaha
Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Rabu (13/11). “Keputusan ini sudah dipertimbangkan secara matang demi APBN dan bukan langkah yang membabi buta,” tegasnya. Meski begitu, beberapa ekonom menilai kebijakan ini berisiko menurunkan konsumsi masyarakat yang sudah melemah.
Pengusaha seperti Augie Reyandha Giuliano, pemilik Reynur Event Organizer, menyebut kenaikan ini akan berdampak pada pendapatan usahanya. “Kenaikan PPN membuat selisih pendapatan bulanan mencapai Rp64 juta, yang bisa digunakan untuk menggaji 8–12 karyawan,” ujar Augie, Jumat (15/11). Hal serupa diungkapkan oleh Nimas Utama, pelaku usaha makanan sehat di Bali. “Pada akhirnya kenaikan PPN memengaruhi daya beli masyarakat, yang kemudian berdampak pada usaha kecil seperti kami,” katanya.
Apa Itu PPN dan Bagaimana Cara Kerjanya?
PPN adalah pajak yang dikenakan pada transaksi barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Beban pajak ini sebenarnya ditanggung konsumen akhir, tetapi pengusaha bertanggung jawab untuk memungut, menyetor, dan melaporkannya. Dengan tarif yang naik menjadi 12%, harga barang dan jasa akan meningkat sesuai besarnya pajak.
Contoh perhitungan PPN adalah mengalikan harga barang atau jasa dengan tarif pajak. Jika konsumen membeli produk senilai Rp100.000, maka dengan tarif 12%, PPN yang dikenakan adalah Rp12.000, sehingga total harga menjadi Rp112.000.
Baca Juga :Prediksi UMK Malang 2025: Naik Hingga Rp3,5 Juta, Apa Kata Pemkot?
Dampak Kebijakan pada Ekonomi
Sri Mulyani menjelaskan, kenaikan PPN ini adalah bagian dari upaya pemerintah menjaga stabilitas keuangan negara. “Langkah ini penting untuk memastikan APBN tetap sehat di tengah tantangan ekonomi global,” ungkapnya. Namun, beberapa pengamat menilai reaksi negatif masyarakat menunjukkan adanya keraguan terhadap transparansi penggunaan pajak.
Pelaku usaha berharap pemerintah dapat mengimbangi kebijakan ini dengan insentif untuk menjaga keseimbangan ekonomi. “Jika daya beli terus melemah, kami harus mempertimbangkan langkah berat seperti pengurangan tenaga kerja,” tutup Augie.
Baca Juga : PPN Naik Jadi 12% di 2025, Sembako dan Tepung Terigu Dikecualikan















