Breaking

Anjloknya IHSG: Benarkah Daya Beli Masyarakat Terdampak?

Suaramedia.id – Koreksi pasar saham Amerika Serikat (AS) yang signifikan, khususnya penurunan indeks S&P 500, memicu kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam. Pasalnya, pasar saham AS sangat dipengaruhi oleh belanja konsumen kelas atas. Indeks S&P 500 yang anjlok lebih dari 10% secara tahunan (ytd) menimbulkan risiko melemahnya ekonomi riil AS.

Kondisi ini pun berimbas pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia yang mengalami koreksi lebih tajam, mencapai 7,97% secara ytd. LQ45, indeks 45 saham kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI), bahkan anjlok 11,45% ytd. Namun, para ekonom menilai dampaknya terhadap ekonomi riil Indonesia berbeda dengan AS.

Anjloknya IHSG: Benarkah Daya Beli Masyarakat Terdampak?
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Piter Abdullah dari Segara Institute mengakui kontribusi signifikan kelompok menengah atas (9% populasi) terhadap perekonomian Indonesia, yang mencapai lebih dari 30% kekayaan rumah tangga. Namun, berbeda dengan AS, kekayaan mereka tidak sepenuhnya bergantung pada pasar saham. "Di Indonesia, segmen affluent asetnya lebih terdiversifikasi. Dampak koreksi pasar saham tidak sebesar di AS," ujarnya.

Bhima Yudhistira dari CELIOS menambahkan, rasio uang beredar (M2) terhadap PDB Indonesia (43,5%) dan kapitalisasi pasar saham terhadap PDB (46,27%) relatif kecil. Ia menyebut Indonesia mengalami "reverse market influence," di mana sentimen pasar modal terlambat merespon kondisi ekonomi riil. "Harusnya pasar modal kita sudah terkoreksi tajam sejak tahun lalu karena sektor riilnya mulai melambat," jelasnya.

Meskipun koreksi IHSG telah memangkas kapitalisasi pasar hingga Rp 2.240 triliun (10,57% dari PDB 2024) dan memicu aksi jual asing Rp 43,39 triliun, Hosianna Situmorang dari Bank Danamon menekankan bahwa dampaknya terhadap konsumsi masyarakat luas tetap terbatas. Faktor utama pendorong daya beli tetaplah pendapatan, inflasi, suku bunga, dan harga komoditas, bukan pergerakan pasar saham. Ia juga mencatat likuiditas ekonomi masih terjaga, terlihat dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang naik 5,3% yoy.

Para ekonom sepakat bahwa investor ritel yang "terjebak" di saham cenderung mengurangi pengeluaran dan meningkatkan tabungan. Namun, dampaknya lebih terasa pada kelompok menengah bawah dengan pendapatan terbatas, sementara segmen affluent dengan sumber pendapatan beragam tetap relatif terlindungi. Pembagian dividen senilai Rp 305 triliun pada 2023 juga berpotensi menopang konsumsi, terutama di segmen affluent. Kesimpulannya, meski IHSG anjlok, dampaknya terhadap daya beli masyarakat Indonesia secara keseluruhan dinilai masih terbatas.

Leave a Comment