Drama politik terjadi di Washington D.C. setelah sejumlah anggota Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat AS secara mengejutkan menolak RUU pajak ambisius usulan Presiden Donald Trump. Penolakan ini menjadi pukulan politik besar bagi Trump, yang berusaha memperpanjang pemotongan pajak tahun 2017.
Menurut laporan Reuters (17/5/2025), penolakan ini datang dari internal Partai Republik sendiri, tepatnya di Komite Anggaran DPR.
RUU tersebut mencakup penghapusan pajak atas tip dan pendapatan lembur, peningkatan anggaran pertahanan, serta dana tambahan untuk keamanan perbatasan, semuanya merupakan poin penting dalam agenda Trump.
Namun, lima dari 21 anggota Republik di komite menolak RUU tersebut. Mereka menuntut pemotongan lebih dalam terhadap program Medicaid serta pencabutan insentif pajak energi hijau yang sebelumnya digulirkan oleh Partai Demokrat. Perwakilan Ralph Norman, salah satu penolak, menyebut langkahnya sebagai upaya menjaga disiplin fiskal.
Baca juga: TikTok Resmi Diblokir di Amerika Serikat Apa yang Terjadi?
Trump sebelumnya telah mendorong anggota partainya melalui media sosial untuk mendukung RUU ini, bahkan menyindir mereka yang menolak sebagai “pencari panggung“. Ketua Komite Anggaran, Jodey Arrington dari Texas, menyatakan akan mencoba mengajukan kembali RUU tersebut pada Minggu malam.
Di sisi lain, lembaga pemeringkat Moody’s memperingatkan dampak fiskal RUU ini. Jika disahkan, undang-undang tersebut berpotensi menambah utang pemerintah federal yang kini sudah menyentuh US$ 36,2 triliun.
Moody’s memperkirakan rasio utang terhadap PDB AS akan melonjak dari 98% pada 2024 menjadi 134% pada 2035. Mereka menilai kebijakan fiskal AS saat ini masih terlalu lemah untuk mengatasi defisit dan biaya bunga yang terus meningkat.
Penolakan internal ini menjadi momen langka dalam politik AS: Presiden dari partai yang sama ditentang oleh kadernya sendiri. Meski RUU ini belum sepenuhnya ditolak, jalan menuju pengesahan tampaknya akan penuh dengan kompromi dan tarik ulur.















