Breaking

Bupati Malang Pastikan Tidak Ada Kenaikan PBB Tahun 2025, Fokus Anggaran untuk Infrastruktur dan Layanan Publik

Bupati Malang, HM Sanusi, menegaskan bahwa pada tahun 2025 tidak akan ada kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Malang. Kepastian tersebut ia sampaikan secara langsung sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas ekonomi masyarakat, khususnya di tengah kondisi pasca-pandemi dan kebutuhan pembangunan yang semakin meningkat.

Menurut Sanusi, kebijakan PBB di Kabupaten Malang tetap mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sehingga tidak bisa dinaikkan secara sepihak oleh kepala daerah. “PBB itu ada dasar hukumnya. Bupati tidak bisa serta-merta menaikkan tarif pajak tanpa regulasi yang jelas. Jadi untuk tahun 2025, tidak ada kenaikan PBB,” ujarnya, Senin (18/8/2025).

Namun, Sanusi menambahkan, apabila masyarakat mendapati adanya kenaikan nilai PBB yang harus dibayar, hal itu biasanya disebabkan oleh kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Misalnya, tanah yang awalnya kosong kemudian didirikan bangunan, otomatis NJOP meningkat. “Kalau NJOP naik, maka tarif PBB juga menyesuaikan karena dihitung berdasarkan persentase tertentu dari NJOP tersebut,” jelasnya.

Dalam Perda Nomor 7 Tahun 2023, dasar pengenaan PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan) ditetapkan mulai 20 persen hingga 100 persen dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak).

Sementara itu, Pasal 9 dalam perda tersebut mengatur tarif PBB berdasarkan lapisan nilai NJOP. Rinciannya sebagai berikut:

  • Untuk NJOP hingga Rp 300 juta, tarif sebesar 0,050%.

  • NJOP Rp 300 juta hingga Rp 600 juta dikenakan tarif 0,069%.

  • NJOP Rp 1 miliar hingga Rp 1,5 miliar dikenakan tarif 0,107%.

Sanusi menegaskan bahwa aturan ini sudah jelas, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan adanya kebijakan kenaikan mendadak.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Malang dari sektor PBB tercatat stabil di kisaran Rp 120 miliar hingga Rp 140 miliar per tahun. Meski begitu, Sanusi menekankan bahwa anggaran yang dikembalikan kepada masyarakat melalui berbagai program pembangunan jauh lebih besar dibandingkan pemasukan dari PBB.

“Setiap kecamatan di Kabupaten Malang mendapatkan alokasi anggaran Rp 10 miliar per tahun untuk pembangunan fisik. Kalau dikalikan 33 kecamatan, totalnya mencapai Rp 330 miliar per tahun. Itu lebih besar daripada PAD dari PBB,” jelas Sanusi.

Baca Juga: Gubernur Maluku Utara Rayakan HUT RI Ke-80 Tahun dengan Kibarkan Bendera Merah Putih di Bawah Laut

Menurutnya, anggaran tersebut diprioritaskan untuk perbaikan infrastruktur seperti jalan, jembatan, drainase, serta fasilitas umum lainnya. Selain itu, Pemkab Malang juga mengalokasikan dana tambahan untuk sektor pendidikan dan kesehatan, sehingga total belanja pembangunan daerah yang dikembalikan ke masyarakat bisa mendekati Rp 1 triliun per tahun.

Sanusi menegaskan, salah satu prioritas utama Pemkab Malang adalah peningkatan kualitas infrastruktur. Ia mencontohkan, apabila ada jalan desa yang rusak, pemerintah akan segera melakukan perbaikan setelah melalui pengajuan resmi dari desa atau kecamatan. “Kalau ada jalan rusak, cukup diajukan ke pemkab. Selanjutnya akan masuk dalam daftar perbaikan. Kalau pengajuannya tahun ini, maka pelaksanaannya bisa terealisasi tahun depan,” ungkapnya.

Selain jalan, pembangunan fasilitas umum lain seperti jembatan penghubung desa, saluran air, serta penerangan jalan juga masuk dalam agenda pembangunan rutin. Sanusi menyebutkan, infrastruktur yang baik sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah karena mempermudah distribusi barang dan jasa, serta meningkatkan mobilitas masyarakat.

Selain fokus pada infrastruktur, Pemkab Malang juga mengalokasikan dana signifikan untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Sanusi menegaskan, sekolah negeri yang kondisinya rusak akan segera diperbaiki secara bertahap. Demikian juga dengan puskesmas dan fasilitas kesehatan lain yang dinilai tidak layak, akan mendapatkan perbaikan atau pembangunan baru.

“Tujuan kami sederhana, yaitu memastikan masyarakat bisa merasakan manfaat nyata dari pajak yang dibayarkan. Dari PBB yang masuk ke kas daerah, anggaran yang kembali ke masyarakat jauh lebih besar,” ucapnya.

Sanusi juga menegaskan, Kabupaten Malang tidak mengikuti langkah beberapa daerah lain di Pulau Jawa, seperti Kabupaten Pati, yang menaikkan PBB pada tahun 2025. Menurutnya, kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum tepat untuk penambahan beban pajak.

“Kami ingin lebih fokus pada kesejahteraan rakyat. Jadi, kebijakan kami adalah tidak menaikkan PBB. Apalagi capaian dari sektor pajak sudah cukup signifikan, sehingga tidak perlu ada kenaikan,” tandasnya.

Sanusi menutup penjelasannya dengan menekankan bahwa filosofi pajak di Kabupaten Malang adalah sebagai instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar pemasukan daerah. “Masyarakat bayar pajak, hasilnya kembali lagi ke masyarakat dalam bentuk pembangunan. Itulah komitmen kami,” pungkasnya.

Dengan komitmen tersebut, masyarakat Kabupaten Malang diharapkan semakin percaya bahwa pajak yang mereka bayarkan benar-benar digunakan untuk kepentingan bersama. Fokus Pemkab Malang pada pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, diharapkan mampu mempercepat pemerataan pembangunan serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di wilayah Malang Raya.

Baca Juga: Program MBG untuk Ibu Hamil Mulai Berjalan, Pemkab Malang Fokus Sasar Kelompok 3B