infomalang.com/ JAKARTA – Hubungan Indonesia dan Australia tampak semakin erat dalam beberapa bulan terakhir. Sejumlah pertemuan tingkat tinggi, termasuk kunjungan Perdana Menteri (PM) Anthony Albanese ke Jakarta dan penyelenggaraan KTT ASEAN–Australia di Kuala Lumpur, memberikan sinyal positif mengenai kemitraan kedua negara. Banyak pihak melihat relasi ini sebagai wujud nyata dari “shared regional futures” yang digaungkan oleh media internasional seperti The Jakarta Post. Namun, muncul pertanyaan mendasar: apakah Australia benar-benar memandang Indonesia sebagai mitra strategis jangka panjang, atau sekadar melontarkan retorika diplomasi di tengah dinamika geopolitik kawasan?
Investasi: Janji Manis atau Keseriusan Strategis?
Dalam kunjungannya ke Jakarta, PM Anthony Albanese menegaskan bahwa Indonesia adalah mitra strategis utama Australia di kawasan Asia Tenggara. Pernyataan tersebut diperkuat dengan langkah konkret berupa kesepakatan investasi melalui Danantara, sovereign wealth fund milik Indonesia. Komitmen ini seolah menandai era baru hubungan ekonomi kedua negara, yang selama ini didominasi oleh perdagangan komoditas tradisional seperti sapi, gandum, dan jasa pendidikan.
Namun, janji investasi besar saja tidak cukup. Tantangan terbesar bagi Australia adalah membuktikan keseriusannya melalui realisasi investasi yang benar-benar strategis. Indonesia, dengan pertumbuhan ekonominya yang dinamis, membutuhkan investasi di sektor teknologi tinggi, energi terbarukan, dan infrastruktur. Jika kemitraan ini hanya berhenti pada retorika, maka peluang emas untuk memperkuat kerja sama jangka panjang akan terbuang sia-sia.
IA-CEPA: Potensi Besar yang Belum Maksimal
Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Australia (IA-CEPA) yang telah disepakati beberapa tahun lalu menjanjikan integrasi ekonomi yang lebih dalam. Namun, implementasinya masih jauh dari harapan. Para pengamat menilai IA-CEPA seharusnya menjadi motor penggerak bagi ekspansi perdagangan, investasi, dan kerja sama industri kreatif kedua negara.
Negara Kita mengharapkan Australia lebih proaktif menggarap peluang yang ditawarkan IA-CEPA, khususnya dalam mendukung pengembangan sektor hilirisasi, digitalisasi, dan penguatan UMKM. Realisasi proyek-proyek nyata akan menjadi tolok ukur keberhasilan perjanjian ini, sekaligus menguji apakah Australia benar-benar memandang Indonesia sebagai mitra strategis, bukan sekadar pasar.
Pertahanan: Kerja Sama yang Perlu Ditingkatkan
Di bidang pertahanan, Indonesia dan Australia telah menyepakati Defence Cooperation Agreement. Namun, implementasinya masih terkesan lamban. Memang, latihan militer bersama rutin dilakukan, tetapi belum ada terobosan berarti dalam kolaborasi produksi dan transfer teknologi pertahanan.
Indonesia, yang tengah mengembangkan kemandirian pertahanan, membutuhkan lebih dari sekadar latihan gabungan. Australia perlu berani mengambil langkah strategis, seperti berbagi teknologi pengembangan drone, kapal patroli, atau sistem pengawasan maritim. Langkah ini tidak hanya akan memperkuat keamanan kawasan, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata Australia dalam membangun kemitraan yang setara.
Baca Juga:Beras Oplosan Malang Raya Menyusut, Pedagang Pilih Premium Lokal!
Politik Domestik Australia: Tantangan dalam Diplomasi
Hubungan bilateral Indonesia-Australia juga sering terpengaruh oleh dinamika politik domestik di Canberra. Isu-isu sensitif, seperti kontroversi mengenai rencana pangkalan militer Rusia di Biak, kerap dipolitisasi oleh pihak oposisi di Australia. Kondisi ini dapat mengganggu stabilitas hubungan jika tidak dikelola secara bijak oleh kedua belah pihak.
Untuk menjaga kepercayaan, penting bagi kedua negara memastikan komunikasi yang transparan dan saling menghormati. Diplomasi yang efektif harus mampu melampaui kepentingan politik jangka pendek dan berfokus pada visi bersama sebagai mitra strategis di kawasan Indo-Pasifik.
Masa Depan Kemitraan Indonesia-Australia
Indonesia dan Australia memiliki peluang besar untuk memperkuat hubungan di berbagai sektor. Kedekatan geografis, kesamaan kepentingan di bidang keamanan kawasan, serta potensi kerja sama ekonomi menjadikan kemitraan ini sangat penting. Namun, agar relasi ini tidak berhenti sebagai jargon, Australia harus membuktikan keseriusannya melalui aksi nyata.
Di sisi lain, Indonesia perlu memainkan peran aktif dalam memastikan semua komitmen kerja sama benar-benar terwujud. Melibatkan sektor swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat sipil dalam kolaborasi strategis bisa mempercepat pencapaian tujuan bersama.
Retorika atau Komitmen Nyata?
Diplomasi Indonesia-Australia berada di persimpangan antara harmoni kepentingan dan retorika politik. Untuk menjawab skeptisisme publik, kedua negara perlu menunjukkan langkah konkret yang mengarah pada kemitraan jangka panjang. Investasi strategis, transfer teknologi, dan penguatan kerja sama di berbagai bidang menjadi kunci agar hubungan ini berkembang lebih dari sekadar diplomasi simbolik.
Hanya dengan komitmen nyata, Indonesia dan Australia dapat menjadikan kemitraan mereka sebagai pilar penting dalam menjaga stabilitas dan kemakmuran kawasan Indo-Pasifik.
Baca Juga:Indonesia Jadi Pusat Strategi Lokalisasi XPENG, X9 Produksi Lokal Pertama Dikirim















