Breaking

DLH Kota Malang Raup Rp9,3 Juta dari Penjualan Kompos TPA Supit Urang, Capai 62 Persen dari Target Retribusi 2025

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang mencatat capaian menggembirakan dari hasil penjualan pupuk kompos yang dihasilkan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Supit Urang. Hingga 8 Oktober 2025, realisasi pendapatan retribusi kompos telah mencapai Rp9.325.000, atau sekitar 62,17 persen dari total target tahunan yang ditetapkan sebesar Rp15 juta.

Plh Kepala DLH Kota Malang, Gamaliel Raymond Hatigoran, menjelaskan bahwa penetapan retribusi untuk penjualan kompos baru diberlakukan pada tahun 2025. Sebelumnya, produk kompos hasil olahan TPA Supit Urang dibagikan secara cuma-cuma kepada masyarakat, terutama kepada sekolah-sekolah dan komunitas peduli lingkungan.

“Penjualan kompos ini merupakan bentuk penerapan baru setelah diberlakukannya Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Jadi, beberapa hasil dari TPA Supit Urang kini bisa dijual dan hasilnya masuk sebagai pendapatan retribusi daerah, salah satunya kompos,” terang Raymond, Kamis (23/10/2025).

Raymond menuturkan bahwa harga kompos yang dijual DLH cukup terjangkau bagi masyarakat. Setiap kilogram kompos dibanderol dengan harga Rp700, sedangkan satu kemasan plastik berisi lima kilogram dijual Rp4.500.

Dengan harga yang ekonomis ini, kompos dari TPA Supit Urang banyak diminati oleh masyarakat, terutama mereka yang memiliki kegiatan penghijauan dan urban farming di lingkungan masing-masing.

“Selama ini, minat masyarakat terhadap kompos cukup tinggi, apalagi banyak komunitas lingkungan di Kota Malang yang aktif melakukan kegiatan tanam pohon atau pemeliharaan taman sekolah,” ujar Raymond.

Menurutnya, penerapan retribusi kompos mulai efektif pada Agustus 2025, setelah DLH menetapkan target pendapatan di Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun ini. Sejak diberlakukan, transaksi penjualan kompos mengalami peningkatan signifikan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya penggunaan pupuk organik.

Sebelum adanya aturan retribusi, DLH Kota Malang secara rutin membagikan kompos secara gratis kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Biasanya, kelompok yang menerima bantuan tersebut berasal dari sekolah, organisasi lingkungan, atau lembaga pendidikan yang memiliki program penghijauan.

“Sebelum Perda diberlakukan, setiap permintaan kompos dari masyarakat kami layani secara gratis. Biasanya mereka menyampaikan surat resmi kepada DLH, lalu kami bantu distribusikan komposnya,” jelas Raymond.

Namun sejak adanya payung hukum baru melalui Perda Nomor 1 Tahun 2025, DLH mulai mengelola hasil olahan TPA Supit Urang secara lebih produktif. Selain menjadi upaya pemanfaatan limbah organik yang berkelanjutan, penjualan kompos juga berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).

“Program ini sebenarnya bukan semata mencari keuntungan, tapi agar hasil pengelolaan sampah organik memiliki nilai ekonomi sekaligus mendukung pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Baca Juga: Puluhan Petani Tembakau Kabupaten Malang Ikuti Pelatihan untuk Dongkrak Kualitas Panen

Dengan realisasi pendapatan yang sudah mencapai lebih dari separuh target dalam kurun waktu dua bulan sejak penerapan, Raymond optimistis target Rp15 juta akan tercapai bahkan sebelum akhir tahun.

“Kami optimis capaian Rp15 juta bisa tercapai sebelum Desember 2025. Tren permintaan masih cukup tinggi karena harga kompos kami relatif murah dan kualitasnya juga bagus,” kata Raymond penuh keyakinan.

Ia menambahkan bahwa DLH terus berupaya meningkatkan produksi kompos di TPA Supit Urang. Salah satunya dengan memperbaiki sistem pengolahan dan memperluas jejaring distribusi, termasuk menjalin kerja sama dengan sekolah, kelompok tani, dan komunitas urban farming di Kota Malang.

“Ke depan, kami juga ingin mengembangkan sistem penjualan yang lebih luas, misalnya melalui marketplace lokal atau koperasi lingkungan agar produk kompos lebih mudah diakses masyarakat,” ujarnya.

Selain memberikan manfaat ekonomi, pengelolaan kompos di TPA Supit Urang juga menjadi bagian dari strategi DLH dalam mengurangi volume sampah yang dibuang ke landfill. Dari total sampah yang masuk ke TPA, sekitar 60 persen merupakan sampah organik yang bisa diolah menjadi kompos berkualitas.

“Jika dikelola dengan baik, limbah organik tidak lagi menjadi beban, tapi bisa menjadi sumber daya. Produksi kompos ini contoh nyata dari konsep circular economy di bidang lingkungan,” ungkap Raymond.

DLH juga gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk memilah sampah sejak dari rumah tangga. Edukasi ini dilakukan agar bahan baku kompos, seperti daun dan sisa makanan, dapat dikumpulkan lebih bersih dan efisien untuk proses pengolahan.

“Kami terus dorong warga agar mulai memilah sampah organik dan anorganik. Dengan begitu, kualitas kompos yang dihasilkan pun bisa semakin baik,” tambahnya.

Melalui inovasi pengelolaan kompos di TPA Supit Urang, DLH Kota Malang berkomitmen untuk terus mengembangkan sistem pengelolaan sampah yang ramah lingkungan sekaligus produktif secara ekonomi.

Keberhasilan meraih lebih dari 60 persen target retribusi hanya dalam dua bulan menjadi bukti bahwa program ini berjalan efektif dan mendapat dukungan positif dari masyarakat.

“Program ini bukan hanya soal pendapatan, tapi juga bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga lingkungan dan mewujudkan Kota Malang yang bersih, hijau, serta berkelanjutan,” pungkas Raymond.

Baca Juga: iPhone 17 Laris Dorong Saham Apple Sentuh Rekor Tertinggi Sepanjang Masa di 2025