Breaking

Indonesia Percepat Perjanjian Dagang dengan Eropa dan Kanada untuk Antisipasi Tarif AS (22 Juli 2025)

infomalang.com/ Indonesia tengah berpacu dengan waktu untuk memperluas pasar ekspornya di tengah bayang-bayang kenaikan tarif dari Amerika Serikat (AS). Langkah ini diwujudkan melalui percepatan penyelesaian berbagai perjanjian perdagangan internasional, termasuk Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dengan Uni Eropa dan Kanada. Strategi ini diharapkan mampu memperkuat posisi Indonesia di pasar global sekaligus melindungi komoditas unggulannya dari dampak kebijakan tarif AS.

Menurut Susiwijono Moegiarso, birokrat senior di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Indonesia menargetkan tercapainya kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa yang memberikan tarif nol persen bagi produk ekspor. “Kami sedang terburu-buru menyelesaikan kesepakatan perdagangan sebagai bagian dari upaya memperluas pasar. Dalam dua minggu terakhir kami melakukan perjalanan ke sejumlah negara dan memperoleh hasil konkret,” ujar Susiwijono dalam diskusi panel yang digelar di Jakarta pada 22 Juli 2025.

Uni Eropa Jadi Prioritas Strategis

Perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA) diproyeksikan berlaku pada 2026. Kesepakatan ini menjadi terobosan penting setelah negosiasi selama satu dekade. Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menegaskan komitmen mereka untuk segera menandatangani perjanjian ini pada pertemuan di Brussels, 13 Juli lalu.

Bagi Indonesia, IEU CEPA merupakan “game changer” di sektor ekspor, terutama untuk komoditas seperti alas kaki, minyak sawit, kopi, dan produk aromatik. Saat ini, produk alas kaki Indonesia menghadapi tarif 20 persen di pasar Eropa. Jika CEPA diterapkan, tarif tersebut akan turun menjadi nol persen, memungkinkan produk lokal bersaing lebih sehat dengan negara-negara seperti Vietnam yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa.

“Bayangkan sepatu Nike dan Adidas buatan Indonesia bisa masuk ke Eropa dengan tarif nol persen. Ini akan menghapus kesenjangan persaingan yang selama bertahun-tahun membebani produsen kita,” kata Susiwijono.

Langkah Cepat ke Kanada dan Eurasia

Selain Uni Eropa, Indonesia juga mempercepat ratifikasi CEPA dengan Kanada yang ditandatangani pada Desember 2024. Kesepakatan ini diharapkan meniru kesuksesan model CEPA Indonesia-Australia yang mulai berlaku pada 2020, meningkatkan perdagangan sekaligus investasi antarnegara.

Indonesia juga menjajaki kerja sama dengan Uni Ekonomi Eurasia, yang meliputi Rusia, Belarus, Kazakhstan, Kirgistan, dan Armenia. Kesepakatan prinsip telah tercapai, dan kini Jakarta berupaya mempercepat penyelesaiannya.

Baca Juga:Nakagomi Juice and Tea: Satu-Satunya Minuman Kemasan Botol Plastik di Malang Raya

Dampak Tarif AS dan Diversifikasi Pasar

Kebijakan tarif AS yang mulai berlaku 1 Agustus 2025 memberi tekanan besar bagi eksportir Indonesia. Pemerintahan AS memberlakukan tarif rata-rata 19 persen untuk barang-barang asal Indonesia, lebih rendah dibandingkan rencana awal sebesar 32 persen namun tetap mengancam daya saing produk di pasar Amerika.

Dalam konteks ini, diversifikasi pasar menjadi solusi krusial. Pada 2024, ekspor terbesar Indonesia masih didominasi oleh Tiongkok (23 persen dari total ekspor), diikuti AS (9,3 persen), Jepang (8,51 persen), India (8 persen), dan Singapura (5 persen). Uni Eropa sendiri menyumbang sekitar 7,4 persen ekspor dengan nilai mencapai US$21,47 miliar. Komoditas utama yang diekspor ke Eropa meliputi produk kimia, minyak sawit, biji kakao, alas kaki, dan peralatan listrik, sementara impor dari Eropa didominasi kendaraan, farmasi, serta peralatan elektronik dan medis.

Dukungan dari Pelaku Industri

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menyambut baik percepatan kesepakatan IEU CEPA. Menurutnya, selain memberikan akses pasar, perjanjian ini juga akan memperkuat pengembangan kapasitas industri nasional. “Yang penting bukan hanya menandatangani kesepakatan, tetapi bagaimana kita memanfaatkannya. Contoh sukses adalah CEPA dengan Australia, di mana ada dukungan nyata pemerintah kedua negara melalui gugus tugas perdagangan dan investasi,” ujarnya.

Fithra Hastiadi, penasihat senior Kantor Komunikasi Presiden, menambahkan bahwa keberhasilan membuka pasar Uni Eropa akan menciptakan “efek sinyal positif” bagi negara lain. “Akses lebih luas ke pasar Eropa membantu Indonesia memperoleh pijakan di pasar-pasar strategis lain,” katanya.

Harapan ke Depan

Dengan percepatan CEPA bersama Uni Eropa dan Kanada, Indonesia berharap mampu mengamankan posisi strategisnya dalam rantai pasok global, sekaligus memperluas jangkauan ekspor produk unggulan seperti minyak sawit, kopi, alas kaki, dan komoditas industri lainnya. Jika implementasi berjalan sesuai jadwal, kebijakan ini tidak hanya menjadi perisai dari dampak tarif AS, tetapi juga tonggak penting dalam transformasi perdagangan luar negeri Indonesia.

Langkah ini menegaskan komitmen Indonesia untuk tidak hanya bertahan menghadapi tekanan eksternal, tetapi juga menjadi pemain utama dalam perdagangan internasional. Dengan fondasi kuat dari kerja sama strategis ini, perekonomian nasional diharapkan semakin tangguh, inklusif, dan berdaya saing tinggi di pasar global.

Baca Juga:Diplomasi Indonesia-Australia: Harmoni Kepentingan atau Retorika Politik 2025