Breaking

Indonesia Perkuat Diplomasi dengan Uni Eropa Usai KTT BRICS: Strategi Hadapi Ketidakpastian Global 2025

infomalang.com/ Jakarta, 19 Juli 2025Indonesia semakin menegaskan strategi diplomasi aktifnya dengan merangkul berbagai kekuatan global dalam menghadapi ketidakpastian dunia. Presiden Prabowo Subianto memainkan peran ganda—terlibat dalam KTT BRICS pada 6–7 Juli dan kemudian mengukuhkan kemitraan strategis dengan Uni Eropa pada 13 Juli. Langkah ini menunjukkan ambisi Indonesia menerapkan prinsip “bebas‑aktif” dalam politik luar negeri.

Ambisi Indonesia dalam KTT BRICS 2025

Sebagai anggota BRICS ke-10 sejak Januari 2025, Indonesia pertama kali hadir penuh di KTT BRICS di Rio de Janeiro, Brasil. Dalam forum tersebut, negara-negara berkembang termasuk Indonesia mendesak reformasi lembaga global seperti UN dan IMF, serta menyerukan perlunya pendanaan iklim bagi Global South. Prabowo muncul sebagai jembatan antara negara berkembang dan maju, menyampaikan sikap netral tetapi aktif .

Presiden Prabowo menegaskan, kehadiran Indonesia bukan sekadar simbol, melainkan sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan Non-Aligned yang berakar sejak Konferensi Asia-Afrika. Pernyataan seperti ini memproyeksikan Indonesia sebagai “bridge builder”—pemrakarsa dialog dan solusi global.

Kemitraan Strategis dengan Uni Eropa

Hanya sepekan setelah KTT BRICS, pada 13 Juli, Presiden Prabowo bersama Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menandatangani perjanjian kemitraan strategis. Fokus utama meliputi penguatan kerja sama di sektor perdagangan, rantai pasokan bahan baku, transisi hijau dan digital, serta keamanan kawasan ASEAN.

Manfaat Ekonomi: Akses Pasar & Investasi

Perjanjian ini juga menandai terobosan besar dalam hubungan ekonomi bilateral. Setelah hampir sepuluh tahun negosiasi, Indonesia dan Uni Eropa menyepakati tahap politik CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement). Kesepakatan ini mencakup liberalisasi tarif untuk sekitar 80% komoditas ekspor Indonesia serta kemudahan akses pasar industri dan pertanian.

Tak hanya itu, Uni Eropa juga akan mengintensifkan investasi di sektor pertambangan dan bahan baku, suatu langkah vital bagi transisi energi bersih. Indonesia pun membuka pintu untuk pengembangan industri lokal dan penciptaan lapangan kerja.

Baja Juga:Kepatuhan Pajak Kendaraan Meningkat, Bapenda Malang Beri Reward Helm 1.

Diplomasi “Bebas‑Aktif” di Era Global Tidak Stabil

Langkah ini sejalan dengan doktrin “bebas-aktif” praktis dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Artinya, Jakarta mengambil peran aktif di berbagai forum internasional tanpa tergantung satu blok. Menggabungkan keikutsertaan di BRICS dan kemitraan dengan Uni Eropa menunjukkan strategi diplomasi multitak tentang perekonomian, geopolitik, dan iklim.

Prabowo menuturkan bahwa visi “bersatu dalam keberagaman” yang disambut baik Ursula von der Leyen mencerminkan sinergi nilai kedua pihak. Komisi Eropa bahkan mulai menerapkan visa Schengen multi‑entri melalui skema “visa cascade”, memperkuat mobilitas warga Indonesia.

Implikasi Global dan Stabilitas Rantai Pasokan

BRICS

Uni Eropa melihat kemitraan ini sebagai cara memperkuat rantai pasokan bahan baku strategis. Dana dan teknologi Eropa akan mendukung transisi energi bersih, digitalisasi ekonomi, sekaligus mendorong integrasi Indonesia dalam sistem perdagangan global.

Selain itu, dalam situasi ketidakpastian yang diperburuk ancaman tarif dari AS seperti yang disampaikan Trump kepada anggota BRICS , kemitraan ini memberi jaminan diversifikasi ekonomi dan peningkatan resilien nasional.

Tantangan dan Agenda ke Depan

Meski penuh peluang, risikonya tetap ada. Uni Eropa memiliki regulasi ketat terkait deforestasi dan energi terbarukan. Indonesia harus menjamin kelayakan standar – terutama untuk komoditas utama seperti minyak sawit dan nikel. Selain itu, proses ratifikasi CEPA oleh parlemen Uni Eropa dan legislatif nasional perlu dipacu sebelum implementasi mulai 2027.

Kesimpulan

Indonesia berhasil memanfaatkan momentum di KTT BRICS dan pertemuan dengan Uni Eropa untuk menyuburkan diplomasi “bebas-aktif”. Menjalin kemitraan strategis dengan negara maju seperti Uni Eropa memberikan akses kebijakan ekonomi dan geopolitik yang dibutuhkan di tengah ketidakstabilan global.

Langkah-langkah ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di panggung global, tetapi juga memberi harapan nyata dalam penciptaan lapangan kerja, stabilitas geopolitik, dan keberlanjutan ekologis. Sebagai jembatan antara Global South dan Barat, Indonesia menunjukkan bahwa diplomasi yang cerdas mampu menjawab tantangan zaman dan semoga dapat membantu generasi generasi muda.

Baca Juga:AS Pertimbangkan Tarif Baru untuk Panel Surya dari Indonesia, India, dan Laos melonjak $1,6 miliar