Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru terkait perkembangan inflasi Kota Malang September 2025. Berdasarkan catatan resmi, inflasi bulanan (month-to-month/mtm) di wilayah ini tercatat sebesar 0,39 persen, angka yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Provinsi Jawa Timur maupun inflasi nasional.
Kepala BPS Kota Malang, Umar Sjaifudin, menjelaskan bahwa laju inflasi tersebut terutama dipicu oleh kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok ini memberikan andil terbesar dengan kontribusi 0,20 persen terhadap inflasi umum. Dari komoditas yang ada, daging ayam ras dan emas perhiasan menjadi penyumbang utama.
“Daging ayam ras mengalami inflasi 10,66 persen dengan andil 0,15 persen. Sementara emas perhiasan naik 7,48 persen dengan andil 0,13 persen. Kenaikan ini signifikan karena terjadi konsisten sepanjang September,” jelas Umar, Selasa (1/10/2025).
Selain daging ayam dan emas, beberapa komoditas pangan lain juga turut berkontribusi pada kenaikan harga di Malang. Di antaranya beras yang naik 0,66 persen dengan andil 0,03 persen, sigaret kretek mesin (SKM) naik 1,16 persen dengan andil 0,02 persen, serta jeruk yang melonjak 7,7 persen dengan andil 0,02 persen.
Tak hanya itu, tarif ojek daring roda dua juga mencatat kenaikan sebesar 7,16 persen dan menyumbang 0,02 persen pada inflasi bulanan. Umar menambahkan, lonjakan harga di sektor hortikultura semakin memperkuat laju inflasi.
Cabai merah naik 8,81 persen, cabai rawit naik 6,18 persen, buncis melonjak drastis hingga 33,06 persen, serta kentang naik 4,65 persen. Seluruhnya memberi andil meski kecil, masing-masing 0,01 persen terhadap inflasi.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa dinamika harga pangan strategis masih menjadi tantangan serius di Malang. Pasokan yang terbatas di tingkat pedagang eceran memicu lonjakan harga di beberapa komoditas,” tegas Umar.
Meski demikian, beberapa komoditas justru mengalami penurunan harga sehingga menahan laju inflasi lebih tinggi. Bawang merah, tomat, terong, bawang putih, sawi putih, ketimun, daun bawang, labu siam, pepaya, dan apel termasuk di antaranya. Penurunan harga produk hortikultura ini sedikit meredam tekanan inflasi yang ditimbulkan dari komoditas lain.
“Kalau tidak ada koreksi harga dari sejumlah komoditas tersebut, inflasi bulanan di Kota Malang bisa lebih tinggi lagi,” tambah Umar.
Baca Juga: Ekonomi Kabupaten Malang Melesat! Triwulan II Tembus Angka Pertumbuhan 5,96 Persen
Secara keseluruhan, inflasi bulanan Kota Malang pada September 2025 tercatat 0,39 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi Provinsi Jawa Timur sebesar 0,23 persen dan inflasi nasional sebesar 0,21 persen. Dengan capaian tersebut, Kota Malang menjadi daerah dengan inflasi tertinggi kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten Sumenep yang mencatat angka 0,41 persen.
Adapun inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) dari Januari hingga September 2025 di Kota Malang tercatat 1,76 persen, sedangkan inflasi tahunan (year-on-year/yoy) September 2025 terhadap September 2024 berada di level 2,67 persen.
“Secara tahunan, emas perhiasan menjadi komoditas dengan andil paling besar terhadap inflasi. Hal ini sejalan dengan tren kenaikan harga emas global yang berimbas hingga ke level konsumen,” papar Umar.
Data ini memperlihatkan bahwa Kota Malang masih menghadapi tantangan besar dalam mengendalikan harga bahan pangan. Lonjakan harga daging ayam, cabai, serta beberapa komoditas hortikultura menandakan adanya masalah pada sisi pasokan.
Umar menyebutkan bahwa ketersediaan stok di pasar eceran menjadi salah satu faktor utama yang harus diantisipasi pemerintah daerah bersama instansi terkait.
“Inflasi di Malang mencerminkan kondisi riil konsumsi masyarakat. Harga pangan yang naik langsung dirasakan, terutama oleh rumah tangga berpendapatan menengah ke bawah,” ungkapnya.
Pengendalian inflasi ke depan diharapkan lebih fokus pada stabilisasi harga pangan strategis. Langkah koordinasi antara pemerintah daerah, distributor, hingga petani menjadi kunci penting untuk menjaga kestabilan harga di pasar.
Menurut Umar, pengawasan terhadap distribusi pangan harus diperkuat agar tidak terjadi spekulasi yang berlebihan dari pedagang. Di sisi lain, keterlibatan masyarakat dalam melaporkan harga di pasar melalui sistem pemantauan berbasis teknologi juga bisa menjadi solusi untuk mendukung transparansi harga.
“Peran serta masyarakat dalam memberikan informasi harga sangat penting. Dengan data yang valid dan cepat, pemerintah bisa mengambil langkah intervensi lebih dini,” tambahnya.
Selain itu, diversifikasi konsumsi juga perlu digencarkan agar tekanan pada komoditas tertentu tidak terlalu besar. Misalnya, mengurangi ketergantungan pada cabai rawit dengan mengganti jenis cabai lain yang tersedia di pasar.
Dengan capaian inflasi 0,39 persen pada September 2025, Kota Malang menempati posisi kedua tertinggi di Jawa Timur. Lonjakan harga daging ayam ras dan emas perhiasan menjadi faktor dominan, disusul beras, cabai, hingga tarif ojek daring.
Meski terdapat sejumlah komoditas yang menahan laju inflasi, tantangan pengendalian harga pangan tetap besar. Ke depan, diperlukan sinergi lebih kuat antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk memastikan stabilitas harga sehingga daya beli warga Malang tetap terjaga.
Baca Juga: Harga Emas Pecah Rekor Lagi, Catat Kenaikan Tertinggi Tahun Ini















