infomalang.com/,KABUPATEN MALANG – Proyek peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (DPUSDA) Kabupaten Malang kini menjadi sorotan tajam. Menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024, proyek ini seharusnya memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat, namun muncul dugaan serius adanya pengurangan spesifikasi (spek) dalam pengerjaannya. Praktik ini tak hanya mengancam kualitas infrastruktur, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian negara yang signifikan.
Dugaan Pelanggaran dan Potensi Kerugian Negara
Menurut informasi yang dihimpun dari berbagai sumber media, DPUSDA Kabupaten Malang telah mengalokasikan 113 paket pekerjaan pada TA 2024. Namun, ada beberapa di antaranya yang disinyalir tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Bahkan, ada dugaan beberapa pekerjaan tidak diselesaikan sepenuhnya.
Hal ini menjadi perhatian serius bagi Awangga Wisnuwardhana, Pemerhati Tata Kelola Pemerintahan Malang Raya. Dalam keterangannya pada Kamis (31/7), ia menegaskan bahwa pekerjaan yang tidak selesai atau tidak sesuai kontrak seharusnya tidak dapat dilakukan serah terima maupun pembayaran termin. “Pekerjaan itu dinilai masih belum selesai,” tegasnya.
Awangga memberikan contoh konkret pada pekerjaan rehabilitasi daerah Irigasi Sumbersuko, Desa Pajaran, Kecamatan Poncokusumo. Proyek ini memiliki nilai pagu sebesar Rp180 juta dengan volume pengerjaan sepanjang 112 meter. Namun, saat dilakukan pengecekan di lokasi, ditemukan fakta mencengangkan. Pengerjaan rehabilitasi irigasi itu hanya dikerjakan satu sisi saja, dan bahkan volumenya diduga kurang dari 112 meter.

Baca Juga:Pemkab Malang Raih Penghargaan Nasional Sebagai Penyalur Dana Desa Tercepat 2025
Kondisi ini, menurut Awangga, adalah kesalahan fatal, baik secara administrasi maupun pidana, jika tidak didukung oleh dokumen yang sah. Ia menjelaskan bahwa jika ada perubahan dari perencanaan awal, seharusnya ada Perintah Perubahan Kontrak (Contract Change Order/CCO) yang dituangkan dalam berita acara resmi dengan justifikasi teknis yang kuat. “Jika pekerjaan dalam perencanaan itu dua sisi dan dikerjakan, tapi bila hanya satu sisi itu sangat fatal,” tegasnya. Tanpa adanya CCO yang sah, ketidaksesuaian ini mengindikasikan adanya penyimpangan yang harus diinvestigasi.
Jaringan Mencurigakan dan Praktik Monopoli Proyek
Lebih lanjut, informasi yang berhasil dihimpun menunjukkan adanya indikasi praktik tidak sehat di balik pengerjaan proyek-proyek ini. Diduga, pengerjaan proyek tersebut dilakukan oleh pemilik perusahaan Commanditaire Vennotschaap (CV) berinisial FA. Uniknya, FA ini disinyalir merupakan “kaki tangan” dari seorang individu berinisial SJ.
SJ ini ditengarai seringkali mencatut nama salah satu pengusaha berpengaruh di Malang Raya untuk memuluskan upaya monopoli proyek APBD Pemerintah Kabupaten Malang. Jaringan ini menciptakan lingkungan persaingan yang tidak sehat dan mengikis transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Kecurigaan ini memunculkan pertanyaan besar tentang bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan proyek-proyek vital ini dijalankan. Jika praktik monopoli dan pengurangan spesifikasi teknis ini benar terjadi, maka kerugian yang diderita tidak hanya sebatas materiil, tetapi juga hilangnya kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.
Mendesak Audit dan Pengawasan Lebih Ketat
Masalah dugaan pelanggaran spek pada proyek irigasi di Kabupaten Malang ini menuntut respons cepat dan tegas dari pihak berwenang. Dibutuhkan audit menyeluruh terhadap seluruh 113 paket pekerjaan yang telah diumumkan oleh DPUSDA Kabupaten Malang. Audit ini harus dilakukan secara independen dan transparan untuk memastikan setiap proyek dikerjakan sesuai dengan kontrak dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Selain itu, aparat penegak hukum perlu menindaklanjuti dugaan praktik monopoli proyek yang melibatkan FA dan SJ. Dengan membongkar jaringan ini, diharapkan dapat tercipta sistem pengadaan yang lebih adil dan transparan di masa depan.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh pihak bahwa pengawasan ketat dan akuntabilitas adalah kunci untuk memastikan proyek-proyek pembangunan berjalan sesuai rencana. Air adalah sumber kehidupan, dan infrastruktur irigasi yang kuat adalah fondasi ketahanan pangan. Jika proyek-proyek vital ini dikerjakan tidak sesuai standar, petani dan masyarakatlah yang akan menanggung akibatnya. Maka dari itu, penanganan tuntas dan profesional terhadap dugaan ini adalah keharusan.















