Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang tengah gencar menerapkan kebijakan efisiensi anggaran. Keputusan ini mencakup penghapusan berbagai kegiatan seremonial dan pemangkasan dana hibah yang sebelumnya dialokasikan untuk organisasi tertentu. Efisiensi ini dilakukan sebagai upaya menyesuaikan belanja daerah dengan kebutuhan prioritas pembangunan dan pelayanan masyarakat. Namun, langkah ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak yang terdampak secara langsung.
Mengapa Efisiensi Anggaran Diterapkan?
Kebijakan efisiensi anggaran di Malang berangkat dari instruksi pemerintah pusat untuk memastikan penggunaan dana lebih tepat sasaran. Pemerintah daerah diharuskan memangkas belanja yang dianggap tidak mendesak guna mengalokasikan anggaran untuk sektor yang lebih strategis. Kepala Badan Keuangan Daerah Malang, Ahmad Fauzi, menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat layanan publik. “Kami ingin memastikan anggaran yang ada dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat,” ujarnya.
Pemkab Malang telah memutuskan untuk tidak lagi menggelar kegiatan seremonial yang dinilai hanya bersifat seremonial tanpa dampak langsung bagi masyarakat. Hal ini mencakup berbagai acara peresmian, perayaan tahunan, dan forum-forum yang memerlukan alokasi anggaran besar. Sebaliknya, dana tersebut akan dialihkan untuk mendukung infrastruktur dan program sosial yang lebih berdampak nyata.
Baca juga:
Eks Gedung Bank Syariah Mandiri Kayutangan Resmi Jadi Aset Pemkot Malang
Pemkot Malang Fokus Menyusun Strategi Efisiensi 2025
Sementara itu, Pemkot Malang juga tengah mempercepat penyusunan daftar efisiensi anggaran untuk tahun 2025. Langkah ini diambil untuk menghindari pemborosan serta memastikan program prioritas tetap berjalan. Wali Kota Malang, Sutiaji, menyatakan bahwa strategi ini merupakan bagian dari reformasi tata kelola keuangan daerah. “Kami ingin membangun sistem anggaran yang lebih transparan, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan warga,” kata Sutiaji dalam keterangannya.
Pemkot Malang juga tengah mengevaluasi berbagai proyek yang akan dikurangi atau ditunda pelaksanaannya. Sektor pendidikan dan kesehatan tetap menjadi prioritas utama, sementara kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan dampak langsung kepada masyarakat kemungkinan akan dikurangi. Langkah ini sejalan dengan target pembangunan berkelanjutan yang ingin diwujudkan oleh Pemkot Malang.
Dampak Langsung: Penghapusan Bantuan FKUB oleh Kemenag Malang
Salah satu dampak signifikan dari kebijakan efisiensi anggaran adalah penghapusan bantuan untuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kota Malang. Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang memastikan bahwa anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk FKUB telah dihentikan demi menyesuaikan dengan kebijakan efisiensi.
Hal ini menimbulkan berbagai reaksi dari organisasi keagamaan yang sebelumnya menerima dukungan dari dana tersebut.
Ketua FKUB Kota Malang, H. M. Rofi’i, menyayangkan kebijakan ini karena menurutnya dana FKUB sangat penting untuk menjaga keharmonisan antarumat beragama. “Kami berharap ada solusi lain agar program-program toleransi tetap berjalan tanpa hambatan,” ungkap Rofi’i. Sementara itu, Kemenag Malang menyatakan bahwa mereka sedang mencari alternatif sumber pendanaan lain agar kegiatan FKUB tidak terhenti.
Baca juga:
Inilah Kronologi Lengkap Kasus Perundungan di Waduk Selorejo Malang: Dampak, dan Proses Hukum
Pro dan Kontra di Kalangan Masyarakat
Kebijakan efisiensi anggaran ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat. Sebagian mendukung langkah ini sebagai bentuk pengelolaan keuangan yang lebih bertanggung jawab. “Saya setuju kalau dana seremonial dipangkas dan dialihkan untuk pendidikan dan kesehatan,” kata Dedi, seorang warga Malang. Namun, tidak sedikit pula yang merasa bahwa penghapusan beberapa program sosial dapat berdampak negatif bagi komunitas yang membutuhkan.
Sejumlah LSM dan akademisi juga memberikan tanggapan atas kebijakan ini. Dosen Ekonomi Universitas Brawijaya, Dr. Widya Rahman, menyebut bahwa efisiensi anggaran harus dilakukan secara selektif. “Jangan sampai pengurangan anggaran malah menghambat sektor-sektor penting seperti pemberdayaan masyarakat dan pembangunan sosial,” tegasnya.
Baca juga:
Inilah Kisah Bagaimana Sejarah Malang Town Square Berdiri, Mari Simak!
Apa yang Harus Diperhatikan Selanjutnya?
Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa kebijakan efisiensi anggaran benar-benar diterapkan secara adil dan tidak merugikan masyarakat. Transparansi dalam pelaksanaan kebijakan ini juga menjadi kunci agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. Selain itu, perlu ada mekanisme evaluasi untuk melihat apakah efisiensi anggaran benar-benar menghasilkan manfaat nyata bagi pembangunan di Malang.
Dengan adanya kebijakan ini, masyarakat diharapkan dapat lebih memahami pentingnya pengelolaan keuangan daerah yang efektif. Namun, pemerintah juga harus tetap membuka ruang dialog dengan pihak-pihak yang terdampak agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik dan tetap berpihak kepada kesejahteraan rakyat.
Baca juga:















