infomalang.com/,PAKISAJI, Kabupaten Malang – Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang santri berinisial AZ (14) di Pondok Pesantren Darul Mujtaba, Desa Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, kini menjadi perhatian serius berbagai pihak. Guna memastikan pemulihan kondisi psikis korban yang masih di bawah umur, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang bergerak cepat membantu pihak kepolisian Polres Malang. Kolaborasi ini bertujuan memberikan pendampingan psikis intensif untuk membantu AZ mengatasi trauma dan menghadapi proses hukum yang panjang.
Peran Krusial DP3A dalam Pendampingan Anak
Kepala DP3A Kabupaten Malang, Arbani Mukti Wibowo, menyampaikan bahwa pihaknya melakukan koordinasi aktif dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Malang untuk pemulihan kondisi psikis korban anak. “Karena korban ini anak, maka kepolisian dalam hal ini UPPA Polres Malang selalu berkoordinasi dengan kami. Maka korban ini harus didampingi, agar secara psikologis korban ini bisa menghilangkan trauma psikisnya,” ungkap Arbani.
Arbani menjelaskan bahwa DP3A Kabupaten Malang, melalui Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Malang, akan terus memberikan pendampingan penuh terhadap korban. Pendampingan ini sangat penting agar korban tidak mengalami trauma berkepanjangan atau trauma baru selama proses hukum yang berjalan. Pasalnya, proses hukum akan melalui beberapa tahapan krusial, mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan di pengadilan.

“Termasuk nantinya dalam proses penyelidikan, penyidikan, sampai proses di pengadilan, kami dari DP3A Kabupaten Malang harus mendampingi agar yang bersangkutan tidak mengalami trauma-trauma yang lain. Karena trauma itu ada fisik dan psikis. Takutnya nanti ada trauma psikis pada proses penyelidikan, penyidikan maupun proses sidang,” jelas Arbani. Menjamin kesehatan mental anak selama proses hukum adalah prioritas utama. “Karena korban itu anak, maka kita wajib menjamin trauma psikologis anak tidak tambah parah dan bisa melupakan kejadian-kejadian yang sudah dialami,” imbuh Arbani, menunjukkan komitmen kuat terhadap hak-hak anak.
Kronologi Dugaan Penganiayaan
Kasus dugaan penganiayaan terhadap AZ ini bermula ketika sebuah video viral tersebar luas di media sosial. Dalam video singkat tersebut, tampak korban sedang dipukul oleh pihak pondok pesantren yang berlokasi di wilayah Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang. Video ini sontak memicu reaksi publik dan mendesak aparat untuk bertindak.
Setelah adanya laporan dari korban kepada pihak kepolisian, petugas Satreskrim Polres Malang segera melakukan penyelidikan. Dari proses penyelidikan awal, diketahui bahwa peristiwa tersebut terjadi pada Kamis, 5 Juni 2025, malam.
Penyebab korban dipukul diduga karena AZ melanggar aturan pondok pesantren. Ia keluar dari lingkungan pondok pada malam hari untuk membeli makan. Akibat pelanggaran ini, korban dipukul menggunakan rotan di bagian betis, hingga mengalami luka.
Pasca dipukul oleh salah satu pengasuh pondok pesantren tersebut, AZ yang berasal dari Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, merasa ketakutan dan lari dari pondok pesantren. Ia kemudian bersembunyi di sebuah rumah kosong. Keesokan paginya, korban bertemu dengan warga dan bersembunyi di rumah warga tersebut selama beberapa hari, sebelum akhirnya dijemput oleh tetangganya.
Proses Hukum Berjalan, Belum Ada Tersangka
Kasus dugaan penganiayaan terhadap korban anak ini secara resmi dilaporkan ke Satreskrim Polres Malang pada Jumat, 20 Juni 2025. Hingga saat ini, perkara dugaan penganiayaan terhadap AZ telah naik ke tahap penyidikan. Meskipun demikian, pihak kepolisian belum menetapkan pihak manapun sebagai tersangka dalam kasus ini. Proses penyelidikan dan pengumpulan bukti masih terus berjalan untuk mengungkap kebenaran dan mencari pihak yang bertanggung jawab.
Pendampingan psikis oleh DP3A bersama kepolisian menjadi sangat vital dalam kasus ini. Anak yang menjadi korban kekerasan rentan mengalami dampak jangka panjang pada perkembangan psikologisnya. Dengan adanya pendampingan profesional, diharapkan AZ dapat melewati masa sulit ini dengan dukungan penuh, memulihkan trauma, dan mendapatkan keadilan yang layak. Kasus ini juga menjadi pengingat bagi lembaga pendidikan, khususnya pondok pesantren, untuk mengedepankan metode pembinaan yang humanis dan menghindari praktik kekerasan dalam mendisiplinkan santri.
Baca Juga:Ranperda Baru Siap Tindak Jukir Liar di Minimarket Kota Malang















