Breaking

Ketahanan Pangan Nasional Diperkuat Lewat Keterlibatan Militer 2025

infomalang.com/ – Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto terus memperkuat upaya ketahanan pangan nasional dengan langkah yang tidak biasa, yakni melibatkan secara langsung kekuatan militer dalam proyek pertanian. Langkah ini menjadi sorotan publik setelah diumumkan pembentukan 100 batalyon tentara yang difokuskan untuk mendukung sektor pertanian dan kesehatan, terutama di daerah terpencil.

Kebijakan ini bertujuan untuk menjawab tantangan besar dalam ketersediaan pangan dan pemerataan distribusi di seluruh wilayah Indonesia. Batalyon yang terdiri dari ribuan prajurit ini akan berperan sebagai penggerak lapangan untuk mengolah lahan tidur, memperbaiki sistem irigasi, dan meningkatkan produktivitas pangan lokal.

Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana, juru bicara militer, menegaskan bahwa peran militer dalam inisiatif ini bersifat sebagai enabler. Artinya, mereka akan mengisi kekosongan atau mengatasi hambatan yang menyebabkan proyek pertanian tidak berjalan maksimal, baik karena keterbatasan sumber daya maupun masalah teknis di lapangan.

Pelibatan militer dalam ketahanan pangan ini bukan hanya untuk menanam padi atau mengurus kebun, melainkan mencakup upaya strategis seperti membangun infrastruktur pendukung, memperbaiki irigasi, dan melakukan pendampingan teknis bersama Kementerian Pertanian. Dalam prosesnya, prajurit akan mendapatkan pelatihan khusus pertanian agar memiliki kompetensi memadai untuk terjun langsung di lapangan.

Dukungan Infrastruktur dan Perluasan Peran Militer

Sejak dilantik sebagai presiden, Prabowo memang dikenal mendorong keterlibatan militer dalam berbagai sektor sipil. Selain ketahanan pangan, militer juga dilibatkan dalam program makanan gratis untuk anak sekolah, produksi obat-obatan, hingga bantuan logistik di daerah sulit dijangkau.

Kebijakan ini diperkuat dengan perubahan undang-undang pada Maret lalu yang memberikan ruang lebih besar bagi militer untuk terlibat dalam urusan pemerintahan. Meski begitu, kebijakan tersebut memunculkan perdebatan. Di satu sisi, keterlibatan militer dianggap mempercepat pelaksanaan proyek nasional. Namun di sisi lain, sejumlah kelompok hak asasi manusia khawatir akan potensi kembalinya gaya pemerintahan yang terlalu bergantung pada kekuatan militer.

Yudhayana menegaskan bahwa semua langkah yang diambil militer dalam proyek ini tetap berada di bawah koordinasi kementerian terkait. Dengan demikian, pelaksanaannya diharapkan berjalan sesuai aturan dan tidak mengganggu prinsip demokrasi.

Baca Juga:Menuju Kemandirian Desa, DPRD Malang Dukung Penuh Koperasi Merah Putih Tajinan

Tantangan dan Kritik Publik

Kritik terbesar terhadap kebijakan ini datang dari kalangan akademisi dan pengamat politik. Made Supriatma, peneliti tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute, menilai bahwa ini adalah pertama kalinya dalam era demokrasi Indonesia dibentuk unit militer khusus untuk sektor pertanian dan peternakan.

Menurutnya, alih-alih menugaskan tentara, pemerintah seharusnya memberdayakan petani lokal dengan teknologi, akses pembiayaan, dan jaminan harga hasil panen. Ia juga menyoroti risiko terbentuknya struktur kekuasaan baru di daerah, yang dapat memperbesar peran militer dalam kehidupan sipil dan mempengaruhi keseimbangan demokrasi.

Meski demikian, pemerintah berargumen bahwa tantangan geografis Indonesia—dengan ribuan pulau dan banyak wilayah terpencil—membutuhkan pendekatan yang cepat dan terkoordinasi. Kehadiran militer yang memiliki disiplin tinggi, logistik kuat, dan pengalaman operasi di medan sulit dianggap sebagai solusi yang efektif.

Pelatihan dan Kolaborasi

Kementerian Pertanian akan menjadi mitra utama dalam proyek ini. Mereka bertugas memberikan pelatihan intensif kepada prajurit mengenai teknik bercocok tanam modern, manajemen irigasi, serta pengelolaan lahan secara berkelanjutan. Dengan demikian, keberadaan batalyon pertanian diharapkan tidak hanya membantu secara fisik, tetapi juga mampu memberikan transfer pengetahuan kepada masyarakat setempat.

Selain itu, proyek ini dirancang untuk menciptakan model pertanian terpadu di wilayah-wilayah sasaran. Misalnya, di satu lokasi akan dibangun kebun sayur, peternakan unggas, dan kolam ikan sekaligus, sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri tanpa terlalu bergantung pada distribusi dari luar daerah.

Prospek Jangka Panjang

Jika dijalankan dengan baik, keterlibatan militer dalam ketahanan pangan dapat memberikan dampak positif yang signifikan. Proyek ini berpotensi meningkatkan ketersediaan pangan, mengurangi angka kemiskinan di pedesaan, dan memperkuat kemandirian ekonomi daerah.

Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada transparansi, akuntabilitas, dan komitmen untuk tetap menghormati prinsip demokrasi. Keseimbangan antara peran militer dan peran sipil harus dijaga, agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan yang berujung pada gesekan sosial.

Kebijakan ini jelas menjadi ujian besar bagi pemerintahan Prabowo dalam menyeimbangkan kebutuhan pembangunan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Apabila pelaksanaannya mampu mengedepankan kolaborasi, pembinaan masyarakat, dan pengelolaan yang profesional, maka proyek ini dapat menjadi tonggak penting dalam sejarah ketahanan pangan Indonesia.

Ke depan, masyarakat dan lembaga pengawas diharapkan tetap aktif memantau jalannya program ini. Partisipasi publik dalam memberikan masukan dan kritik akan membantu memastikan bahwa inisiatif ini benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat tanpa mengorbankan nilai-nilai demokrasi yang telah dibangun.

Baca Juga:DPRD Dorong Kota Malang Lebih Ramah Lingkungan, Perda Plastik Ditargetkan Rampung 2026