Breaking

Peneliti Ungkap Kandungan Mikroplastik pada Air di Malang

infomalangSebuah temuan ilmiah yang mengkhawatirkan telah mengemuka di Kota Malang, menegaskan bahwa ancaman pencemaran lingkungan telah mencapai level yang tak terlihat oleh mata telanjang.

Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) mengungkap bahwa sebagian besar sumber air yang digunakan masyarakat sehari-hari di wilayah ini telah terkontaminasi oleh partikel mikroplastik berukuran sangat kecil.

Kondisi ini bukan hanya sekadar isu lingkungan, melainkan sebuah ancaman tersembunyi yang berpotensi merusak kesehatan manusia dan mengganggu kelestarian ekosistem lokal.

Penelitian ini menjadi peringatan keras bagi Pemerintah Kota Malang dan seluruh lapisan masyarakat mengenai konsekuensi jangka panjang dari konsumsi dan manajemen limbah plastik yang buruk.

Dengan adanya bukti kontaminasi dalam sumber air, desakan untuk segera mengimplementasikan kebijakan pembatasan plastik sekali pakai menjadi semakin mendesak.

Hasil Mengejutkan dari Uji Laboratorium Ecoton

Tim Ecoton melakukan penelitian dengan mengambil 12 sampel air dari berbagai sumber di Kota Malang. Sumber air ini bervariasi, mencakup air sumur, air dari saluran irigasi, hingga air kemasan yang beredar.

Hasil uji laboratorium dari sampel tersebut sangat mengejutkan dan mengkhawatirkan: 11 dari 12 sampel air dinyatakan positif mengandung partikel mikroplastik.

Konsentrasi mikroplastik yang ditemukan bervariasi, berkisar antara satu hingga tujuh partikel per sampel. Meskipun angka ini mungkin terlihat kecil, temuan ini secara jelas menunjukkan bahwa pencemaran mikroplastik sudah merasuk ke dalam siklus air yang vital bagi kehidupan masyarakat.

Partikel mikroplastik yang ditemukan terbagi menjadi dua jenis utama, yang sumbernya sangat erat kaitannya dengan aktivitas domestik sehari-hari:

  1. Filamen atau Film: Jenis ini umumnya berasal dari degradasi kantong plastik, kemasan makanan sekali pakai, botol plastik, dan produk turunan polietilena lainnya.
  2. Fiber: Jenis ini dilepaskan dalam jumlah besar dari bahan sintetis seperti nilon dan poliester setiap kali pakaian dicuci. Limbah cucian ini kemudian masuk ke saluran pembuangan dan mencemari badan air.

Menurut peneliti Ecoton, Rafika Aprlianti, proses degradasi limbah plastik yang masif dan aktivitas domestik yang tidak ramah lingkungan menjadi penyumbang terbesar terhadap keberadaan partikel plastik di air.

Dampak Fatal Mikroplastik Terhadap Kesehatan Manusia

Paparan mikroplastik bukan lagi sekadar isu estetika lingkungan; Rafika Aprlianti menjelaskan bahwa partikel berukuran mikroskopis tersebut memiliki potensi untuk menimbulkan dampak negatif yang fatal bagi tubuh manusia.

“Mikroplastik bukan hanya ancaman lingkungan, tetapi juga ancaman bagi kesehatan manusia,” ujar Rafika dalam sebuah talkshow di Universitas Widyagama Malang. Ia menjelaskan bahwa partikel ini, yang seringkali berukuran kurang dari 5 milimeter, dapat dengan mudah masuk ke tubuh melalui sistem pernapasan (inhalasi) dan sistem pencernaan (melalui konsumsi air atau makanan).

Koordinator Kampanye Ecoton, Mochammad Alaika Rahmatullah, menambahkan bahwa risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh mikroplastik sangat serius. Ia mengungkapkan:

Baca Juga: Dinkes Kota Malang Catat 8.990 Kasus ISPA, Warga Diimbau Waspada dan Kembali Gunakan Masker

  • Gangguan Sistem Pernapasan: Partikel dapat mengganggu fungsi paru-paru.
  • Kerusakan Organ: Berpotensi merusak jaringan hati.
  • Melemahnya Imunitas: Dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.
  • Menembus Sawar Darah-Otak: Partikel mikroplastik bahkan dapat mencapai sawar darah-otak (blood-brain barrier), memicu reaksi imun tubuh, dan memengaruhi metabolisme.

Dampak jangka panjang dari akumulasi mikroplastik diyakini dapat menyebabkan gangguan fungsi organ vital, sehingga mendesak perlunya pengendalian komprehensif terhadap sumber pencemaran.

Skala Nasional dan Desakan Regulasi Daerah

Penelitian yang dilakukan di Malang ini merupakan bagian dari program pemantauan mikroplastik Ecoton bersama Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) di 18 kota di Indonesia.

Meskipun konsentrasi tertinggi ditemukan di Jakarta Pusat (37 partikel), temuan di Malang dengan dua partikel per sampel tetap menjadi peringatan dini yang tidak dapat diabaikan.

Pengambilan sampel dilakukan pada periode Mei hingga Juli 2025 (masa peralihan ke musim kemarau), di mana konsentrasi partikel di udara cenderung lebih stabil.

Menyoroti urgensi kebijakan, Purnawan D. Negara, Dosen Hukum Lingkungan Universitas Widyagama Malang, mendesak Pemerintah Kota Malang untuk segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Pembatasan Plastik Sekali Pakai.

“Hingga kini, sudah 22 kota dan kabupaten di Jawa Timur telah memiliki regulasi pembatasan plastik sekali pakai. Kota Malang tidak boleh ketinggalan. Jika pemerintah daerah tidak segera bertindak, maka pencemaran mikroplastik akan menjadi bencana lingkungan yang berkepanjangan dan berdampak langsung pada kualitas hidup manusia di masa depan,” tegas Purnawan.

Ia menilai, tanpa regulasi yang membatasi sumber pencemar dari hulu, upaya pembersihan dan penanggulangan di hilir akan sia-sia.

Pengendalian yang komprehensif, mencakup pembatasan plastik sekali pakai, pengelolaan limbah yang ramah lingkungan, serta penambahan ruang terbuka hijau, adalah kunci utama.

Sinergi Publik Menuju Lingkungan Bebas Mikroplastik

Kasus kontaminasi mikroplastik ini menjadi momentum penting bagi seluruh stakeholder di Malang untuk bersinergi. Ecoton dan akademisi mendorong masyarakat untuk:

  • Mengurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai: Mengganti kantong plastik, sedotan, dan kemasan dengan alternatif yang dapat digunakan kembali.
  • Daur Ulang Limbah Rumah Tangga: Memisahkan dan mendaur ulang limbah plastik secara bertanggung jawab.
  • Mengubah Kebiasaan: Membawa wadah dan botol minum pribadi (tumbler) sebagai langkah sederhana yang berdampak besar.

Penelitian ini secara jelas menggarisbawahi bahwa masalah mikroplastik adalah hasil dari tindakan kolektif manusia, dan solusinya juga harus melalui upaya kolektif dari masyarakat, akademisi, dan pemerintah.

Dengan adanya kebijakan yang berpihak pada lingkungan dan kesadaran publik yang meningkat, Kota Malang berpeluang menjadi role model bagi daerah lain dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan, bebas dari ancaman mikroplastik.

Baca Juga: BRIN Temukan Mikroplastik dalam Air Hujan Jakarta, Bagaimana Dampaknya pada Tubuh Manusia?