Breaking

Rp700 Miliar Kerugian Negara, KPK Usut Korupsi Pengadaan EDC BRI

Jakarta, 1 Juli 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan korupsi dalam pengadaan Electronic Data Capture (EDC) milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Dalam proses penyelidikan awal, KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini bisa mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp700 miliar.

Perkiraan kerugian negara yang besar ini menjadi perhatian serius KPK, mengingat kasus dugaan korupsi ini melibatkan sektor perbankan nasional dan berkaitan langsung dengan pelayanan publik.

Awal Pengungkapan Dugaan Korupsi EDC BRI

Kasus dugaan korupsi pengadaan EDC BRI pertama kali terungkap setelah adanya laporan masyarakat yang mencurigai adanya ketidakwajaran dalam proses pengadaan mesin EDC. Mesin EDC merupakan alat yang digunakan untuk memproses transaksi kartu debit dan kredit di berbagai merchant.

KPK mulai melakukan penyelidikan setelah menemukan indikasi adanya penggelembungan harga (mark-up) dalam pengadaan ribuan unit mesin EDC yang dilakukan oleh BRI dalam beberapa tahun terakhir. Dugaan sementara, proses pengadaan tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan efisiensi yang seharusnya diterapkan dalam pengelolaan dana perusahaan milik negara.

“Tim kami sedang melakukan penyelidikan awal. Kami menemukan indikasi kerugian negara yang cukup besar dari hasil audit internal dan keterangan beberapa pihak terkait,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (1/7/2025).

KPK Fokus pada Pengadaan dan Kontrak Vendor

Dalam kasus Rp700 miliar kerugian negara, KPK usut korupsi pengadaan EDC BRI dengan memeriksa sejumlah dokumen kontrak dan proses tender yang melibatkan pihak internal BRI dan perusahaan penyedia mesin EDC.

KPK mencurigai adanya permainan harga yang dilakukan oleh oknum dalam BRI dan rekanan yang ditunjuk untuk pengadaan EDC. Tidak hanya itu, ada dugaan bahwa proses pemilihan vendor tidak dilakukan secara terbuka dan cenderung menguntungkan pihak tertentu.

“Kami mendalami dugaan adanya kolusi dalam proses tender dan penunjukan langsung yang tidak sesuai aturan. Semua pihak yang terlibat akan kami periksa, termasuk pejabat di lingkungan BRI,” tegas Ali Fikri.

Baca juga: Bos BUMN Korupsi? Tetap Dipenjara!

Potensi Kerugian dan Dampaknya

KPK memperkirakan potensi kerugian negara dalam kasus ini bisa mencapai Rp700 miliar. Jika terbukti, ini menjadi salah satu kasus korupsi pengadaan dengan nilai kerugian terbesar di sektor perbankan dalam beberapa tahun terakhir.

Kerugian sebesar ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi mempengaruhi pelayanan transaksi keuangan yang seharusnya semakin mudah dan efisien bagi masyarakat.

Pengadaan mesin EDC yang bermasalah juga dikhawatirkan dapat berdampak pada kepercayaan publik terhadap sistem pembayaran digital yang saat ini tengah digalakkan oleh pemerintah.

KPK Usut Aliran Dana dan Aset Terkait

Dalam upaya mengusut kasus ini secara menyeluruh, KPK juga melacak aliran dana dan aset yang diduga berasal dari hasil korupsi. KPK tidak menutup kemungkinan akan melakukan pemblokiran rekening atau penyitaan aset jika ditemukan bukti kuat.

“Penelusuran aset menjadi salah satu langkah penting dalam memastikan apakah uang negara benar-benar diselewengkan. Kami juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memeriksa pergerakan dana mencurigakan,” jelas Ali.

 

KPK Tegaskan Komitmen Usut Kasus hingga Tuntas

Kasus Rp700 miliar kerugian negara, KPK usut korupsi pengadaan EDC BRI menjadi prioritas KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor perbankan. KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dengan objektif dan transparan.

“Kami akan memproses kasus ini sesuai prosedur hukum yang berlaku. Jika ada cukup bukti, tentu akan dilanjutkan ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka,” tutup Ali Fikri.

KPK mengimbau masyarakat untuk terus mengawasi dan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, termasuk dalam sektor perbankan. Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa transparansi dan integritas harus dijaga dalam setiap pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh negara.

Baca juga: Bos BUMN Korupsi? Tetap Dipenjara!