infomalang.com/ – Langkah strategis Tiongkok Tantang Dominasi AS kembali terlihat setelah Beijing resmi menandatangani versi terbaru dari perjanjian perdagangan bebas dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Penandatanganan ini menjadi bagian dari upaya Tiongkok memperluas pengaruh ekonominya di kawasan, sekaligus menegaskan komitmen terhadap perdagangan bebas di tengah meningkatnya proteksionisme Amerika Serikat.
Dalam pertemuan puncak ASEAN-Tiongkok di Kuala Lumpur, Perdana Menteri Li Qiang menegaskan bahwa kerja sama ekonomi yang kuat adalah kunci menghadapi ketidakpastian global. Menurutnya, “mengejar konfrontasi alih-alih solidaritas tidak akan membawa manfaat,” ujar Li dengan nada sindiran terhadap kebijakan ekonomi AS yang cenderung proteksionis.
Li juga mengutip ucapan Presiden Xi Jinping, “Persatuan adalah kekuatan,” menandakan bahwa Tiongkok Tantang Dominasi AS dengan menawarkan alternatif yang lebih terbuka dan kolaboratif bagi negara-negara ASEAN.
Reaksi ASEAN dan Tantangan Diplomatik
Meskipun pernyataan Li disambut positif oleh sebagian besar negara ASEAN, skeptisisme datang dari Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. yang menyoroti isu Laut Cina Selatan. Ia menegaskan bahwa kerja sama ekonomi tidak bisa disertai pemaksaan atau tekanan politik. “Kami menyambut baik perluasan pakta ini, tetapi tanpa pemaksaan,” ujar Marcos.
Pernyataan ini menyoroti ketegangan geopolitik yang terus membayangi hubungan ASEAN dengan Tiongkok. Namun, bagi banyak negara di kawasan, Tiongkok Tantang Dominasi AS bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga simbol dari upaya untuk menegakkan kemandirian kawasan Asia Tenggara.
Baca Juga:9 Virtual Credit Card Business untuk Perusahaan yang Ingin Efisiensi Biaya
Manfaat Ekonomi dari Pakta ASEAN-Tiongkok 3.0
Pakta perdagangan bebas ASEAN-Tiongkok 3.0 menjadi revisi ketiga sejak perjanjian pertama kali berlaku pada tahun 2010. Kini, kawasan perdagangan bebas ini mencakup populasi lebih dari 2 miliar orang dan memfasilitasi arus barang, jasa, dan investasi dengan tarif yang lebih rendah.
Perdagangan dua arah antara ASEAN dan Tiongkok meningkat tajam dari 235,5 miliar dolar AS pada tahun 2010 menjadi hampir 1 triliun dolar AS tahun lalu. Ini menunjukkan seberapa kuat hubungan ekonomi di kawasan tersebut. Menurut Li Qiang, “Saling ketergantungan ekonomi antara ASEAN dan Tiongkok adalah aset strategis yang perlu dijaga.”
Dalam konteks global, Tiongkok Tantang Dominasi AS dengan menegaskan bahwa unilateralisme dan proteksionisme hanya akan merusak tatanan ekonomi dunia. Li juga menyerukan perlunya koordinasi dan kolaborasi untuk melindungi kepentingan bersama.
Dampak Geopolitik dan Tantangan Laut Cina Selatan
Meski pakta perdagangan membawa keuntungan besar, konflik di Laut Cina Selatan tetap menjadi sumber ketegangan. Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei masih memiliki klaim tumpang tindih dengan Tiongkok. Marcos menegaskan bahwa tindakan kapal Tiongkok di perairan sengketa sering membahayakan kapal Filipina.
Namun, para analis menilai bahwa sengketa teritorial ini tidak akan menggagalkan hubungan ekonomi. Bridget Welsh, analis Asia Tenggara, mengatakan, “Negara-negara ASEAN melihat kerja sama ekonomi sebagai jalur terpisah dari isu keamanan.” Dengan demikian, Tiongkok Tantang Dominasi AS lebih fokus pada penguatan kerja sama ekonomi dibandingkan konfrontasi politik.
Alternatif Terhadap Proteksionisme Amerika
Kebijakan ekonomi AS di bawah Presiden Donald Trump telah menciptakan gelombang proteksionisme baru, yang justru membuka peluang bagi Tiongkok untuk mengisi kekosongan global. Dalam konteks ini, Tiongkok Tantang Dominasi AS dengan menawarkan model perdagangan bebas yang inklusif dan saling menguntungkan.
Pakta ASEAN-Tiongkok 3.0 memperluas cakupan kerja sama, termasuk perdagangan digital, ekonomi hijau, dan dukungan terhadap usaha kecil menengah (UKM). Hal ini membuat manfaat perdagangan lebih mudah diakses oleh pelaku ekonomi skala kecil dan menengah di Asia Tenggara.
Komitmen untuk Keterbukaan dan Keberlanjutan
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menegaskan bahwa ASEAN tidak berpihak pada kekuatan mana pun. “Kemarin kami bersama AS, hari ini bersama Tiongkok. Itu adalah bukti sentralitas ASEAN,” ujarnya.
Dengan semangat itu, Tiongkok Tantang Dominasi AS bukan untuk menciptakan blok baru, melainkan menegaskan peran Asia Tenggara sebagai mitra sejajar dalam ekonomi global. Anwar menambahkan bahwa konsensus regional kini difokuskan pada percepatan negosiasi Kode Etik di Laut Cina Selatan dan penguatan kerja sama ekonomi berkelanjutan.
Kesepakatan ini mencerminkan realitas baru dunia, di mana Tiongkok dan negara-negara ASEAN berupaya menciptakan sistem ekonomi terbuka yang tidak lagi bergantung pada kebijakan proteksionis Barat.
Sebagai hasilnya, Tiongkok Tantang Dominasi AS bukan hanya menjadi headline diplomasi ekonomi, tetapi juga simbol perubahan tatanan perdagangan global yang semakin berorientasi ke Timur.
Baca Juga:Pemkot Malang Ajak Masyarakat Sadar dan Kenali Zona Bebas Rokok















