Breaking

Trans Jatim di Malang Raya Harus Jadi Solusi Transportasi, DPRD Jatim Ingatkan Jangan Rugikan Angkutan Lokal

Trans Jatim di Malang Raya kini menjadi sorotan publik karena kehadirannya dinilai mampu memberikan alternatif transportasi umum yang lebih terjangkau dan nyaman. Namun, DPRD Jawa Timur menegaskan bahwa layanan bus cepat ini harus benar-benar menjadi solusi, bukan justru menimbulkan masalah baru dengan merugikan angkutan lokal yang sudah lebih dulu beroperasi.

Menurut politisi asal Dapil Banyuwangi tersebut, keberadaan Trans Jatim sudah disepakati bersama Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Timur untuk dijalankan dengan mengedepankan prinsip kearifan lokal. Hal ini penting agar kehadirannya bisa selaras dengan ekosistem transportasi di daerah.

“Yang pasti, Pak Kadishub Jatim, Nyono, sepakat dengan kita. Trans Jatim tidak boleh mengganggu angkutan lokal. Justru nanti akan ada pola kemitraan, mereka akan digandeng sesuai mekanisme yang ada,” ujar Agung, Selasa (24/9/2025).

Agung, yang juga menjabat Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim, menyebut layanan Trans Jatim kini menjadi salah satu primadona transportasi publik di provinsi ini. Data Dishub Jatim menunjukkan bahwa dari enam koridor yang sudah beroperasi, tingkat keterisian atau okupansi penumpang terus meningkat dengan rata-rata ribuan orang setiap harinya.

“Rute-rute koridor itu selalu ramai. Artinya ada kepercayaan dari masyarakat. Terutama pengguna kendaraan roda dua yang mulai beralih ke transportasi publik karena dinilai lebih aman, nyaman, dan terjangkau,” jelasnya.

Tingginya animo masyarakat ini dinilai sebagai sinyal positif bahwa Trans Jatim mampu menjawab kebutuhan transportasi modern. Namun demikian, keberhasilan ini harus dibarengi dengan perencanaan matang agar tidak menimbulkan dampak negatif, khususnya bagi operator angkutan kota dan angkutan pedesaan di Malang Raya.

Agung mengingatkan bahwa antusiasme masyarakat terhadap Trans Jatim jangan sampai mengorbankan pelaku transportasi lokal. Ia menekankan pentingnya komunikasi intensif antara Dishub Jatim dengan para sopir, koperasi angkutan, hingga organisasi transportasi setempat.

“Harapannya Trans Jatim hadir sebagai solusi, bukan menjadi ancaman. Kalau sampai ada gesekan di lapangan, Dishub harus hadir sebagai mediator. Semua pihak harus digandeng lewat komunikasi yang baik, jangan sampai terjadi tarik-menarik kepentingan,” tegas legislator tiga periode itu.

Menurutnya, jika sinergi tidak dibangun sejak awal, potensi konflik bisa muncul antara Trans Jatim dengan angkutan lokal. Hal ini yang dikhawatirkan dapat memicu penolakan atau demonstrasi dari para sopir.

Selain soal komunikasi, dr. Agung juga menyoroti pentingnya monitoring dan evaluasi (monev) operasional Trans Jatim. Ia menilai, hingga kini belum ada laporan komprehensif yang bisa dijadikan dasar bagi DPRD untuk melakukan evaluasi.

Baca Juga: Dua Jalur Masuk Gunung Bromo Ditutup Sementara untuk Ramp Check Jip Wisata

“Saya sudah menunggu monev mereka. Kita ingin laporan berbasis data. Jangan sampai terlihat bagus hanya di permukaan, tapi sebenarnya tidak ada evaluasi mendalam yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Menurut Agung, evaluasi berbasis data penting untuk memastikan bahwa pelayanan Trans Jatim benar-benar sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM), mulai dari frekuensi perjalanan, kenyamanan armada, hingga kepuasan penumpang.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dishub Jatim telah menggagas rencana perluasan jaringan Trans Jatim hingga 10 koridor di masa mendatang. Agung menilai rencana tersebut positif, namun tetap harus dijalankan dengan memperhatikan ekosistem transportasi lokal di setiap daerah.

“Rencana penambahan koridor tentu bagus, tapi harus dipastikan selaras dengan kondisi lapangan. Semua stakeholder transportasi lokal harus diajak bicara, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” tegasnya.

Ia menambahkan, pengembangan transportasi publik berbasis bus seperti Trans Jatim akan semakin dibutuhkan seiring meningkatnya mobilitas masyarakat di kawasan perkotaan maupun penyangga. Namun, pemerintah harus memastikan program ini memberi manfaat nyata, bukan sekadar proyek pencitraan.

Sebagai penutup, Agung menegaskan bahwa DPRD Jawa Timur mendukung penuh keberadaan dan pengembangan Trans Jatim selama tidak menimbulkan kerugian bagi transportasi lokal. Baginya, kunci keberhasilan ada pada keterbukaan data, komunikasi yang baik, serta evaluasi berkelanjutan.

“Intinya, Trans Jatim ini harus benar-benar menjadi solusi transportasi, bukan masalah baru. Komunikasi, data, dan evaluasi harus dikedepankan. Dengan begitu, masyarakat akan merasakan manfaatnya secara langsung tanpa merugikan angkutan lokal,” pungkasnya.

Kehadiran Trans Jatim di Malang Raya mencerminkan upaya pemerintah memperbaiki sistem transportasi publik. Namun, integrasi antara bus rapid transit dengan angkutan lokal masih menjadi pekerjaan rumah besar. Pengalaman di sejumlah kota menunjukkan bahwa program transportasi massal seringkali memicu penolakan sopir angkot karena penurunan pendapatan.

Jika Trans Jatim mampu mengakomodasi angkutan lokal melalui pola kemitraan, maka potensi konflik bisa diminimalisasi. Misalnya dengan menjadikan angkot sebagai feeder (pengumpan) menuju halte atau shelter Trans Jatim. Dengan demikian, masyarakat tetap memiliki banyak pilihan moda, sementara angkutan lokal tidak kehilangan penumpang.

Di sisi lain, evaluasi berbasis data harus dilakukan secara konsisten. Jumlah penumpang, kepadatan jalur, biaya operasional, hingga kepuasan pelanggan harus menjadi indikator keberhasilan. Tanpa evaluasi yang jelas, sulit menilai apakah Trans Jatim benar-benar efektif dalam mengurangi kemacetan dan polusi di Malang Raya.

Ke depan, jika prinsip komunikasi, kolaborasi, dan evaluasi dijalankan dengan baik, Trans Jatim bisa menjadi model transportasi publik ideal di Jawa Timur. Program ini tidak hanya meningkatkan mobilitas warga, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem transportasi yang sudah ada.

Baca Juga: Rendra Masdrajad Safaat Ajak Perkuat Pertanian Lokal pada Hari Tani Nasional 2025