Isu kenaikan PPN untuk transaksi uang elektronik menjadi 12% mulai Januari 2025 mengundang perhatian masyarakat luas. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa pengenaan PPN pada layanan ini bukan hal baru.
Bukan Objek Pajak Baru
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, pengenaan PPN atas layanan uang elektronik sudah berlaku sejak lama. “Pengenaan ini telah diatur dalam UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984,” ujarnya, Jumat (20/12/2024). Hal ini dikuatkan oleh UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021, yang menyebutkan bahwa layanan uang elektronik tidak termasuk kategori bebas PPN.
Ketika tarif PPN naik menjadi 12%, otomatis biaya administrasi layanan uang elektronik juga akan terkena kenaikan pajak tersebut. Contohnya, biaya administrasi top-up saldo senilai Rp1.000 saat ini dikenai PPN Rp110 (11%). Pada 2025, jumlahnya akan naik menjadi Rp120 (12%).
Layanan yang Terdampak
Aturan detail mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi fintech diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022. Layanan yang dikenai PPN mencakup uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), serta biaya layanan seperti registrasi, top-up, pembayaran transaksi, dan tarik tunai.
Selain itu, biaya merchant discount rate (MDR) juga termasuk objek pajak. “PPN hanya dikenakan pada biaya administrasi layanan, bukan pada nilai saldo atau transfer dana tanpa biaya tambahan,” jelas Dwi. Dengan demikian, masyarakat dapat tetap menggunakan saldo uang elektronik untuk transaksi tanpa khawatir dikenakan PPN.
Baca Juga : PPN Naik Jadi 12% di 2025, Sembako dan Tepung Terigu Dikecualikan
Layanan Bebas PPN
Sebagai informasi, UU HPP tetap memberikan pengecualian PPN untuk beberapa jasa keuangan. Layanan ini meliputi penghimpunan dana oleh bank, pembiayaan leasing, kartu kredit, serta transaksi transfer dana murni tanpa biaya. Saldo uang elektronik, reward points, dan bonus points juga termasuk kategori yang bebas PPN.
“Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan pajak negara dan kenyamanan masyarakat dalam menggunakan jasa keuangan,” tambah Dwi.
Baca Juga : PPN 12% Masuk Berlaku Tahun Depan, Pemerintah Berikan Diskon Listrik dan Bantuan Beras















