Infomalang – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menunda penerapan tarif tinggi terhadap produk-produk asal China hingga pertengahan November 2025. Keputusan ini dianggap sebagai perpanjangan “gencatan senjata” dalam perang dagang antara kedua negara, sekaligus memberikan ruang negosiasi lanjutan dengan Beijing.
Penundaan ini berlaku selama 90 hari sejak Senin lalu dan mencegah pengenaan bea masuk setinggi 145% untuk barang-barang asal Negeri Tirai Bambu. Langkah tersebut langsung mendapat perhatian pelaku pasar dan pengamat perdagangan internasional yang menilai kebijakan ini sebagai sinyal menurunnya ketegangan, meskipun sifatnya masih bersifat sementara.
Baca Juga:PLN Hadirkan Promo “Energi Kemerdekaan” Diskon 50% Tambah Daya Listrik, Begini Cara Klaimnya!
Alasan di Balik Penundaan Tarif
Keputusan untuk menunda tarif tambahan tidak terlepas dari kondisi ekonomi domestik Amerika Serikat. Para pelaku ritel di negeri itu sedang mempersiapkan diri menghadapi musim belanja akhir tahun yang krusial bagi perputaran ekonomi.
Jika tarif tinggi diberlakukan, harga produk impor seperti elektronik, pakaian, dan mainan akan melonjak, memicu inflasi, dan menurunkan daya beli masyarakat. Kondisi tersebut berpotensi memperlambat laju ekonomi menjelang periode liburan.
Pemerintah juga mempertimbangkan lonjakan impor yang biasanya terjadi pada musim gugur hingga Natal. Dengan adanya penundaan ini, pelaku usaha memiliki waktu lebih banyak untuk menjaga pasokan barang agar tetap stabil tanpa harus menaikkan harga secara signifikan.
Dampak terhadap Perdagangan Global
Penundaan tarif tinggi ini berdampak langsung pada rantai pasok global. Bagi eksportir China, kebijakan tersebut menjadi kesempatan untuk menyalurkan produk ke pasar AS tanpa terbebani tarif besar.
Perusahaan-perusahaan di AS yang bergantung pada komponen atau produk jadi dari China juga merasakan keuntungan. Biaya operasional dapat ditekan sementara, terutama pada sektor barang konsumsi, teknologi, dan manufaktur. Barang-barang seperti chip semikonduktor, perangkat elektronik, dan pakaian menjadi komoditas yang paling diuntungkan.
Meski demikian, analis memperingatkan bahwa ini bukan solusi permanen. Selama belum ada kesepakatan dagang jangka panjang, ancaman tarif tinggi bisa kembali kapan saja setelah periode penundaan berakhir.
Pandangan Pengamat Kebijakan
Wendy Cutler, Wakil Presiden di Asia Society Policy Institute, memandang kebijakan Trump sebagai sinyal positif dalam hubungan perdagangan kedua negara.
“Dikombinasikan dengan langkah de-eskalasi yang diambil kedua pihak dalam beberapa pekan terakhir, ini menunjukkan bahwa mereka sedang mencoba mencari kesepakatan yang dapat menjadi dasar pertemuan Xi Jinping dan Trump musim gugur ini,” ujarnya.
Pernyataan ini memperkuat pandangan bahwa penundaan tarif bisa menjadi pijakan menuju pembicaraan lebih konstruktif, asalkan kedua pihak mau menurunkan tensi dan fokus pada keuntungan bersama.
Potensi Pertemuan Trump dan Xi Jinping
Pekan lalu, Donald Trump mengungkapkan bahwa Amerika Serikat dan China semakin dekat untuk mencapai kesepakatan perdagangan. Ia bahkan menyatakan siap bertemu langsung dengan Presiden China, Xi Jinping, sebelum akhir tahun, jika pembicaraan menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Pertemuan tersebut diperkirakan menjadi salah satu agenda penting musim gugur ini. Banyak pihak meyakini bahwa momen itu akan menentukan arah hubungan ekonomi kedua negara, terutama jika kesepakatan dicapai sebelum periode penundaan tarif berakhir pada November.
Latar Belakang Perang Dagang AS–China
Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China dimulai pada 2018 ketika Trump memutuskan mengenakan tarif tinggi pada barang-barang impor dari China. Tujuannya adalah melindungi industri dalam negeri dan mengurangi defisit perdagangan.
China kemudian membalas dengan mengenakan tarif pada berbagai produk asal AS, mulai dari komoditas pertanian hingga barang industri. Perang tarif ini menyebabkan gejolak di pasar keuangan global, memengaruhi rantai pasok, dan menimbulkan ketidakpastian bagi investor.
Pengaruh bagi Konsumen dan Pelaku Usaha
Bagi konsumen Amerika Serikat, penundaan tarif berarti harga barang impor tetap terjaga, setidaknya dalam jangka pendek. Pelaku ritel dapat menjaga stok barang tanpa perlu menaikkan harga secara drastis menjelang musim belanja akhir tahun.
Sektor usaha, terutama teknologi dan manufaktur, mendapatkan kesempatan untuk mengatur strategi pasokan. Perusahaan yang mengandalkan bahan baku dan komponen dari China dapat menghemat biaya sementara waktu dan tetap bersaing di pasar domestik.
Implikasi bagi Hubungan Dagang
Langkah ini juga berdampak pada hubungan diplomatik kedua negara. Penundaan tarif memberi sinyal bahwa masih ada ruang bagi dialog dan kompromi, meskipun belum menjamin kesepakatan jangka panjang.
Selain itu, tekanan politik domestik di masing-masing negara bisa memengaruhi arah pembicaraan. Trump menghadapi dorongan dari kalangan politik yang menginginkan kebijakan tegas terhadap China, sementara Beijing tetap mempertahankan kepentingan ekonominya di tengah persaingan global.















