Breaking

Wali Kota Malang Janji Kawal Tuntutan Santri atas Tayangan Xpose Uncensored Trans7 ke Jalur Hukum

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, turun langsung menemui massa aksi damai yang memadati depan Balai Kota Malang pada Rabu (15/10/2025). Massa aksi yang terdiri dari para santri dan alumni pesantren itu menyuarakan protes keras terhadap tayangan program Xpose Uncensored yang ditayangkan Trans7, karena dinilai menyesatkan dan mencederai martabat dunia pesantren.

Dalam aksi yang berlangsung tertib tersebut, Wahyu didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) dan sejumlah anggota DPRD Kota Malang.

Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Malang akan mengawal seluruh aspirasi yang disampaikan oleh para santri dan memastikan bahwa tuntutan mereka akan diteruskan melalui jalur hukum.

“Kami akan mengawal aspirasi ini hingga tuntas. Kami berharap persoalan ini tidak menimbulkan gejolak atau hal-hal yang tidak diinginkan di masyarakat,” kata Wahyu.

Menurut Wahyu, pemerintah daerah berkomitmen untuk menjaga ketenangan sosial serta menghormati peran pesantren dalam membentuk karakter generasi bangsa. Ia menyebut, aspirasi santri merupakan hal wajar yang perlu difasilitasi agar dapat disalurkan secara konstitusional.

“Kami siap memfasilitasi penyampaian aspirasi para santri agar tersampaikan dengan baik kepada pihak berwenang. Kami ingin semuanya diselesaikan sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” ujarnya.

Salah satu tuntutan utama massa aksi adalah pencabutan izin siar Trans7. Namun, Wahyu menegaskan bahwa langkah tersebut tidak bisa dilakukan secara sepihak dan harus melalui proses hukum yang sah.

“Itu masuk ranah hukum. Saya juga mendapat laporan dari PBNU bahwa proses semacam ini harus ditempuh lewat jalur hukum. Jadi, tidak bisa serta-merta langsung dilakukan penutupan tanpa dasar yang kuat,” terangnya.

Ia menambahkan bahwa penilaian terhadap kasus tersebut harus dilakukan secara objektif, dengan mempertimbangkan seluruh aspek hukum dan etika penyiaran. Wahyu meminta masyarakat untuk tidak terpancing emosi dan tetap mempercayakan penyelesaian masalah ini kepada lembaga berwenang.

“Penutupan stasiun televisi itu bukan hal yang mudah. Harus ada bukti dan landasan hukum yang jelas. Namun, jika memang terbukti ada pelanggaran berat, tentu hal itu bisa menjadi konsekuensinya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Wahyu menilai bahwa tayangan Xpose Uncensored mencerminkan ketidaktahuan pihak pembuat konten terhadap kehidupan pesantren yang sesungguhnya. Ia menilai, program tersebut telah menimbulkan kesalahpahaman publik terhadap budaya dan tata nilai yang dijunjung tinggi oleh para santri.

Baca Juga: Pemkot Malang Imbau Warga Waspadai Seruan Terorisme Digital dan Gunakan Media Sosial Secara Bijak

“Mereka tidak memahami secara benar kehidupan di pesantren. Apa yang mereka tampilkan justru menyesatkan dan mencederai nilai-nilai luhur pendidikan pesantren,” ujar Wahyu.

Menurutnya, kehidupan santri di pesantren tidak bisa dipandang sebagai bentuk feodalisme, melainkan ekspresi penghormatan kepada guru dan kiai yang telah mengabdikan diri membentuk akhlak generasi muda.

“Kehidupan santri bukan sistem feodal seperti yang digambarkan. Itu wujud penghormatan kepada guru dan kiai. Sejak dulu, para kiai dan santri punya peran besar dalam perjuangan bangsa ini. Jadi, sangat wajar jika para santri tersinggung dengan tayangan seperti itu,” tambahnya.

Pemkot Malang, kata Wahyu, akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk PBNU, Kemenkominfo, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), agar kasus ini mendapat perhatian serius. Ia berharap ke depan tidak ada lagi media yang menyajikan tayangan yang menyesatkan publik atau merugikan citra lembaga keagamaan.

“Persoalan ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama lembaga penyiaran, agar lebih berhati-hati dalam menayangkan konten sensitif. Jangan sampai justru menimbulkan kegaduhan dan melukai perasaan umat,” jelasnya.

Sementara itu, perwakilan massa aksi yang berasal dari berbagai pesantren di Malang Raya menyampaikan rasa terima kasih atas kesediaan Wali Kota untuk menemui dan mendengarkan aspirasi mereka secara langsung. Para santri berharap dukungan pemerintah daerah bisa mempercepat proses hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab atas tayangan tersebut.

“Kami datang ke sini bukan untuk membuat keributan, tapi untuk menuntut keadilan. Tayangan itu jelas-jelas melecehkan marwah pesantren dan kiai. Kami ingin Trans7 meminta maaf secara terbuka dan bertanggung jawab,” ujar salah satu koordinator aksi.

Aksi damai yang berlangsung selama beberapa jam itu berjalan dengan tertib dan kondusif. Setelah berdialog langsung dengan Wali Kota, massa kemudian membubarkan diri dengan tertib sambil menyuarakan pesan moral tentang pentingnya menjaga kehormatan dunia pesantren.

Wahyu menegaskan, pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus tersebut dan memastikan bahwa penyelesaiannya dilakukan secara transparan.

“Kami ingin semua pihak mendapatkan keadilan, baik santri maupun lembaga penyiaran yang bersangkutan. Tapi yang utama adalah jangan sampai persaudaraan dan ketertiban masyarakat terganggu,” pungkasnya.

Baca Juga: Satpol PP Kota Malang Imbau Pelanggar Perda di Jalan Surabaya