InfoMalang – Aksi damai ratusan santri kembali menjadi sorotan setelah Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) menggelar unjuk rasa di bundaran Tugu Kota Malang. Mereka menuntut permintaan maaf secara langsung dari pihak Trans7 kepada KH Anwar Manshur selaku pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo. Narasi dalam segmen Xpose Uncensored yang dianggap merugikan pesantren menjadi pemicu utama.
Sekitar 400 santri hadir dengan poster yang berisi aspirasi mereka, salah satunya bertuliskan “boikot Trans7”. Aksi berlangsung tertib dan damai, namun penuh semangat. Kehadiran Wali Kota Malang Wahyu Hidayat di tengah massa menjadi perhatian utama karena ia secara tegas menyatakan dukungannya.
Santri Lirboyo Sampaikan Aspirasi
Dalam pernyataannya, Sekretaris Himasal Cabang Malang M. Taufiqurrahman menegaskan bahwa aksi ini dilakukan demi membela marwah kiai dan pesantren. Tuduhan feodalisme yang dialamatkan melalui konten televisi dinilai sangat merugikan. Santri menganggap tradisi menunduk hingga jongkok di hadapan kiai adalah bentuk penghormatan, bukan sikap feodal.
Tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun sejak 115 tahun lalu, ketika Ponpes Lirboyo berdiri. Para kiai dianggap sebagai sosok yang mengayomi, mendidik, sekaligus memberikan ilmu agama, kehidupan, dan tujuan akhirat. Menurut Taufiqurrahman, framing negatif dari media nasional jelas menodai nilai luhur yang dijaga santri.
Baca Juga:Indonesia Siapkan Langkah Awal Gunakan Bahan Bakar Penerbangan Ramah Lingkungan Mulai 2026
Wali Kota Malang Turun Langsung
Di tengah aksi yang berlangsung damai, Wali Kota Malang hadir menemui para santri. Kehadirannya bukan sekadar simbolis, melainkan wujud komitmen pemerintah daerah untuk mengawal aspirasi masyarakat. Ia menegaskan siap memfasilitasi setiap tuntutan hukum yang diajukan terhadap pihak Trans7.
Menurut Wahyu, aspirasi yang dibawa santri akan diteruskan kepada pihak berwenang. Jika kasus ini berujung pada proses hukum hingga ke tahap penutupan, ia menilai itu merupakan risiko yang harus diterima oleh pihak penyiar. Dengan nada tegas, Wali Kota Malang menekankan pentingnya tanggung jawab media dalam menyajikan informasi.
Reaksi Publik dan Dukungan Moral
Aksi damai tersebut tidak hanya menjadi perhatian warga Malang, tetapi juga mengundang simpati dari berbagai kalangan. Banyak pihak menilai langkah santri patut diapresiasi karena dilakukan secara damai tanpa kericuhan. Kehadiran Wali Kota Malang memberi legitimasi moral bahwa tuntutan mereka bukan sekadar emosional, melainkan serius untuk diperjuangkan secara hukum.
Masyarakat luas juga menyoroti bagaimana narasi media dapat berdampak luas terhadap citra lembaga pendidikan tradisional. Pondok pesantren yang selama ini menjadi pilar pendidikan Islam tentu tidak boleh direduksi hanya karena persepsi sepihak.
Media dan Tanggung Jawab Etika
Kontroversi yang melibatkan Trans7 kembali membuka perdebatan soal etika jurnalistik. Narasi yang dianggap menyudutkan santri Lirboyo menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana media televisi menjaga sensitivitas budaya dan agama?
Dalam konteks ini, Wali Kota Malang memandang penting adanya evaluasi terhadap konten media nasional. Baginya, jika kesalahan ini tidak ditindak, maka akan berbahaya karena dapat terulang kembali dengan korban yang berbeda. Kehadiran pemerintah daerah di sisi santri menjadi pesan kuat agar media berhati-hati.
Himasal Tegaskan Komitmen
Santri yang hadir dalam aksi menegaskan bahwa langkah mereka bukan untuk mencari sensasi. Himasal menyampaikan bahwa mereka hanya ingin keadilan ditegakkan. Tuntutan sederhana berupa permintaan maaf langsung kepada KH Anwar Manshur dianggap solusi terbaik untuk menjaga kehormatan pesantren.
Namun jika tidak ditanggapi, jalur hukum adalah pilihan realistis. Wali Kota Malang berulang kali menegaskan komitmennya untuk mengawal hal ini sampai selesai. Santri pun merasa memiliki dukungan moral yang kuat untuk melanjutkan perjuangan.
Pesantren Sebagai Pilar Budaya
Ponpes Lirboyo dikenal sebagai salah satu pesantren terbesar di Jawa Timur. Sejak berdiri lebih dari satu abad lalu, pesantren ini menjadi tempat mencetak ulama dan tokoh masyarakat. Tradisi penghormatan yang kini dipersoalkan justru dianggap sebagai bentuk karakter luhur yang harus dijaga.
Aksi damai santri di Malang sekaligus menjadi refleksi bahwa pesantren tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga menjaga warisan budaya. Kehadiran Wali Kota Malang di tengah mereka memperlihatkan bahwa pemerintah daerah memahami pentingnya peran pesantren dalam kehidupan masyarakat.
Dukungan Pemerintah Daerah
Wahyu Hidayat menegaskan, pemerintah kota siap memfasilitasi setiap langkah hukum yang diambil santri. Dukungan ini mencerminkan keberpihakan pada keadilan serta penghormatan terhadap lembaga pendidikan Islam. Dalam pandangannya, persoalan ini tidak boleh dianggap remeh karena menyangkut martabat pesantren.
Dengan mengulang pernyataannya di depan santri, Wali Kota Malang menyampaikan pesan kuat: pemerintah daerah akan selalu berdiri bersama masyarakatnya. Hal ini menjadi bentuk sinergi nyata antara pemerintah dan komunitas keagamaan.
Potret Harmoni Sosial
Aksi damai di Tugu Malang menjadi potret harmoni sosial yang patut dicatat. Ratusan santri berkumpul, menyuarakan aspirasi tanpa kekerasan, dan didukung penuh oleh pemerintah kota. Ini menunjukkan bagaimana demokrasi dijalankan secara sehat di tingkat lokal.
Kehadiran Wali Kota Malang tidak hanya meredakan tensi, tetapi juga memberikan harapan bahwa aspirasi masyarakat bisa diakomodasi tanpa harus menimbulkan konflik besar. Publik pun melihat contoh baik bahwa penyelesaian masalah bisa dilakukan secara beradab.
Risiko yang Harus Dihadapi
Isu ini masih bergulir, namun pesan jelas sudah tersampaikan. Media harus lebih berhati-hati, sementara masyarakat memiliki hak untuk melawan narasi yang merugikan. Jika Trans7 tidak menindaklanjuti tuntutan, risiko hukum hingga boikot publik bisa menjadi kenyataan.
Santri telah menegaskan komitmen mereka, dan Wali Kota Malang memastikan dukungan penuh. Langkah ini menjadi babak penting dalam relasi antara media, masyarakat, dan pemerintah.















