Breaking

Wali Kota Malang Setuju Atur Aktivitas Sound Horeg Sesuai SE yang Berlaku

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menegaskan bahwa penggunaan sound horeg di wilayahnya tetap diperbolehkan, namun harus mengikuti aturan yang berlaku. Pernyataan ini disampaikan menyusul terbitnya Surat Edaran (SE) Bersama yang dikeluarkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto, dan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin. SE tersebut mengatur penggunaan sound system atau pengeras suara di wilayah Jawa Timur demi menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat.

Menurut Wahyu, kebijakan ini penting karena fenomena sound horeg sering menjadi polemik, terutama terkait kebisingan dan potensi gangguan ketertiban umum. Ia menegaskan, Pemkot Malang tidak melarang kegiatan yang menggunakan sound horeg, termasuk acara karnaval atau pertunjukan seni. Namun, semua pihak wajib mematuhi ketentuan yang ditetapkan.

“Sesuai aturan yang berlaku, saya tidak melarang, tapi ada aspek yang harus diperhatikan. Lokasi kegiatan, tingkat kebisingan atau desibel, dan larangan terhadap aktivitas negatif seperti tarian seronok maupun minuman keras, semua harus dipatuhi,” ujar Wahyu, Minggu (10/8/2025).

Aturan yang disiapkan Pemkot Malang akan mengacu pada SE Bersama Pemprov Jatim. Dalam aturan tersebut, intensitas suara dibatasi maksimal 120 desibel untuk kegiatan statis, seperti konser musik atau pertunjukan budaya di ruang terbuka maupun tertutup. Sedangkan untuk kegiatan non-statis atau yang berpindah tempat, seperti karnaval atau pawai, batas maksimalnya adalah 85 desibel.

Selain itu, kendaraan yang digunakan untuk mengangkut sound system juga wajib memenuhi uji kelayakan kendaraan (kir). Penyelenggara acara dilarang menyalakan pengeras suara ketika melintas di depan rumah ibadah saat ibadah berlangsung, rumah sakit, atau kawasan pendidikan pada jam belajar.

Tidak hanya soal kebisingan, SE Bersama juga menegaskan larangan penggunaan sound system untuk kegiatan yang melanggar norma agama, kesusilaan, dan hukum. Hal ini mencakup larangan minuman keras, narkotika, aksi pornoaksi, pornografi, hingga membawa senjata tajam.

Wahyu menyebut, Pemkot Malang sedang mempertimbangkan penerbitan SE di tingkat kota untuk memperjelas regulasi. “Kita akan rapatkan dengan Forkopimda. Nanti diputuskan apakah perlu dikeluarkan SE atau tidak. Tentunya keputusan akan melibatkan saya, Kapolresta, dan Dandim,” jelasnya.

Ia menambahkan, aturan tersebut juga sejalan dengan Peraturan Daerah (Perda) tentang Ketertiban dan Ketenteraman Umum yang telah ada di Kota Malang. Perda tersebut sudah memuat batasan intensitas suara di ruang publik, sehingga penerapan SE nantinya akan lebih mudah.

Baca Juga: Pemkot Malang Hapus Denda Pajak Daerah 1994–2025, Warga Cukup Bayar Pokok Pajak

Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Siraduhitta, mendukung langkah Pemkot. Menurutnya, kegiatan seni seperti karnaval memiliki nilai positif, namun penyajiannya harus disesuaikan agar tidak mengganggu masyarakat. “Kalau seni ternyata mengganggu warga lain, maka dianggap tidak baik. Kita harus menjaga keseimbangan antara kreativitas dan kenyamanan publik,” ujarnya.

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dalam pernyataannya menegaskan bahwa SE Bersama ini dibuat untuk menjaga suasana kondusif di masyarakat. Ia menyebut, penggunaan pengeras suara tetap diperbolehkan, namun wajib menyesuaikan dengan aturan demi menghindari pelanggaran norma dan hukum.

SE Bersama tersebut juga mengatur prosedur perizinan bagi penyelenggara acara yang menggunakan sound system. Penyelenggara wajib mengajukan izin keramaian ke kepolisian serta membuat surat pernyataan bertanggung jawab jika terjadi kerugian, kerusakan fasilitas umum, atau korban jiwa. Jika dalam acara ditemukan pelanggaran seperti penyalahgunaan narkotika, alkohol, atau aksi yang memicu konflik, kegiatan akan langsung dihentikan.

Dengan adanya regulasi ini, Wahyu berharap penggunaan sound horeg di Kota Malang bisa lebih tertib tanpa menghilangkan kreativitas dan hiburan bagi masyarakat. “Kami ingin semua kegiatan berjalan aman, tertib, dan tetap memberikan hiburan. Tapi ingat, harus sesuai aturan,” tegasnya.

Rencana penerbitan SE Kota Malang akan dibahas lebih lanjut dalam rapat bersama Forkopimda. Jika disetujui, aturan ini akan menjadi acuan resmi bagi seluruh penyelenggara acara di Kota Malang.

Kebijakan ini diharapkan menjadi solusi tengah, di mana kegiatan seni dan budaya tetap hidup, namun kenyamanan warga tetap terjaga. Dengan begitu, tidak ada lagi keluhan berlebihan terkait kebisingan atau gangguan ketertiban dari sound horeg yang kerap menghiasi berbagai acara di Jawa Timur, khususnya di Kota Malang.

Baca Juga: 4 Penghargaan Sekaligus, Malang Kokohkan Predikat Kota Layak Anak