Takim, seorang seniman asal Jalan Kendedes, Desa Tulusbesar, Kecamatan Tumpang, telah konsisten melestarikan kesenian bantengan sejak tahun 1993. Pria ini tidak hanya terlibat dalam berbagai pertunjukan bantengan bersama kelompoknya, Padepokan Galogo Djati, tetapi juga dikenal rajin membuat replika kepala banteng yang unik dan khas.
Ketekunan Takim dalam melestarikan kesenian bantengan ini tidak terlepas dari tradisi keluarganya. Sejak generasi mbah buyut hingga ayahnya, keluarga Takim merupakan pegiat kesenian tradisional yang menganggap bantengan sebagai bagian penting dari kehidupan. Menurut mereka, bantengan memiliki filosofi yang erat dengan norma kehidupan. Takim menggambarkan banteng sebagai simbol penguasa, sementara pencak silat yang selalu mengiringi penampilan bantengan diibaratkan sebagai rakyat. Bagi Takim, dalam kesenian bantengan tidak ada yang menang atau kalah; ketika keduanya rukun, bantengan menjadi simbol harmoni dan kerukunan.
Setiap kelompok seni bantengan memiliki karakteristik masing-masing, dan Takim meyakini bahwa keberagaman tersebut justru memperkaya budaya. Dalam setiap penampilannya, kelompok Padepokan Galogo Djati sering menampilkan karakter hewan lain seperti monyet, harimau, dan macan. Musik pengiringnya, termasuk angklung, digunakan untuk menggambarkan suasana “kalap” dalam bantengan. Biasanya, penampilan ini melibatkan sekitar 30 hingga 35 orang.
Baca Juga :
Kartika Winna Shafira, Pemain Sepatu Roda Berprestasi dari Malang Siap Bertanding di PON XXI Aceh
Inspirasi Takim dalam melestarikan seni bantengan datang dari Candi Jago, sebuah situs kuno peninggalan Kerajaan Singasari yang dihiasi dengan relief bergambar hewan, termasuk lembu dan banteng. Selain itu, dalam pembuatan replika kepala banteng, Takim juga terinspirasi dari arca Durga dan Mahisa yang ada di Candi Singosari. Untuk membuat replika tersebut, ia menggunakan tanduk sapi bali, kayu yang diukir, dan kulit kambing atau sapi sebagai bahan dasar. Setelah proses pewarnaan dan dekorasi dengan manik-manik, replika kepala banteng karya Takim siap digunakan oleh kelompoknya dalam berbagai pertunjukan.
Takim mengungkapkan bahwa hingga kini, ia telah membuat sekitar 100 replika kepala banteng. Namun, saat ini ia lebih fokus pada edukasi dan pelestarian bantengan, sehingga tidak lagi menerima pesanan atau menjual replika kepala banteng. Meskipun demikian, karya-karyanya telah dikenal hingga mancanegara, termasuk Amerika, Belanda, dan Australia.
Melalui dedikasinya, Takim tidak hanya menjaga keberlanjutan kesenian bantengan tetapi juga turut memperkenalkan budaya ini ke panggung internasional. Kecintaannya terhadap bantengan dan komitmennya untuk melestarikan budaya ini menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama generasi muda, untuk terus menghargai dan menjaga tradisi lokal.
Baca Juga :