Breaking

Malioboro Bergelora, Ribuan Penari Satukan Bangsa dalam Peringatan Hari Kemerdekaan

infomalang.com/,YOGYAKARTA – Kawasan ikonik Malioboro, yang menjadi jantung Kota Yogyakarta, bergelora dalam semarak kebudayaan pada Rabu, 6 Agustus 2025 malam. Ribuan penari dari berbagai penjuru Nusantara memadati area ini, menampilkan atraksi kolosal bertajuk Indonesian Street Performance: Nusantara Menari. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XI Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) 2025 dan sukses menyedot perhatian ribuan wisatawan lokal maupun mancanegara. Di tengah suasana malam yang meriah, iringan gamelan berpadu dengan tarian tradisional, menyulap Malioboro menjadi panggung peradaban yang merayakan kebhinekaan bangsa.

Dari Wastra Hingga Ksatria, Panggung Peradaban Nusantara

Acara ini bukan hanya sekadar pertunjukan seni, melainkan sebuah ruang interaksi budaya yang hidup antara para seniman dan masyarakat. Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menjelaskan bahwa “Nusantara Menari” adalah representasi dari semangat kolaborasi budaya yang menekankan pada kekayaan warisan Indonesia. “Ini bukan hanya soal menari, tetapi tentang menghidupkan kembali kisah-kisah kejayaan budaya Nusantara di ruang publik. Kami ingin menjadikan Malioboro sebagai etalase budaya yang inklusif dan menggugah rasa kebangsaan,” ungkap Hasto.

Pagelaran “Nusantara Menari” dikemas dalam tiga bingkai utama yang saling melengkapi dan penuh makna:

  1. Pusaka Wastra Nusantara: Menampilkan parade kain tradisional yang memukau dari berbagai daerah. Setiap wastra tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga membawa kisah teknologi sandang dan filosofi budaya masing-masing suku bangsa.
  2. Pusaka Kriya Nusantara: Mengangkat seni kerajinan topeng khas daerah. Setiap topeng yang dipamerkan mencerminkan daya cipta, imajinasi, serta nilai-nilai spiritual yang dipegang teguh oleh masyarakatnya.
  3. Pusaka Ksatria Nusantara: Menghadirkan figur local hero dari tiap daerah. Para penampil dilengkapi senjata tradisional sebagai simbol perjuangan dan nilai kepahlawanan yang menjadi inspirasi bagi bangsa.

Lebih dari 14 kemantren di Kota Yogyakarta turut berpartisipasi aktif, berkolaborasi dengan perwakilan seniman dari kota-kota anggota JKPI. Sinergi ini menghasilkan pementasan yang kaya warna, irama, dan pesan kebhinekaan, membuktikan bahwa persatuan dapat terwujud melalui penghargaan terhadap keberagaman.

Baca Juga:Bupati Malang Dorong Pendaftaran Bantengan Sebagai HAKI, Upaya Pelestarian Budaya Lokal

Pengalaman Mendalam yang Mendunia

Respons dari penonton sungguh luar biasa, bahkan menyentuh emosi. Seorang wisatawan asal Bandung, Mira Anggraini (29), mengaku tak bisa menahan haru saat menyaksikan pertunjukan ini. “Saya baru pertama kali datang ke Yogyakarta dan langsung disambut oleh pementasan luar biasa seperti ini. Semua penampil tampak totalitas, kostumnya indah, gerakannya bertenaga, dan semuanya sarat makna. Rasanya seperti sedang melihat sejarah hidup di depan mata. Malioboro malam ini seperti surga budaya,” tuturnya penuh semangat.

Tak hanya wisatawan domestik, seorang wisatawan asal Jerman, Lucas Steiner (34), juga memberikan testimoni yang sangat positif. Ia menyebut bahwa acara ini adalah pengalaman budaya terbaik yang ia temui selama di Indonesia. “I’ve been to Bali and Jakarta, but what I saw here in Yogyakarta is beyond amazing. The energy, the colors, the story—it’s like watching the soul of Indonesia come alive. This is cultural diplomacy at its finest,” ucap Lucas dalam Bahasa Inggris yang fasih, yang artinya kurang lebih, “Saya sudah pernah ke Bali dan Jakarta, tapi apa yang saya lihat di Yogyakarta sungguh luar biasa. Energinya, warnanya, ceritanya—rasanya seperti menyaksikan jiwa Indonesia kembali hidup. Inilah diplomasi budaya yang terbaik.”

Malioboro: Jantung Filosofis dan Penggerak Ekonomi

Kawasan Malioboro yang menjadi pusat acara ini memiliki makna yang mendalam. Malioboro adalah bagian dari Sumbu Filosofis Yogyakarta (Panggung Krapyak–Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat–Tugu Golong Gilig), sebuah wilayah yang menyimpan makna spiritual dan filosofis bagi masyarakat Jawa. Pemanfaatan ruang publik yang sarat sejarah ini sebagai panggung seni terbuka menunjukkan bagaimana Pemerintah Kota Yogyakarta mampu mengintegrasikan pelestarian budaya dengan penguatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Hasto Wardoyo menambahkan, “Kami ingin seluruh warga merasakan manfaat dari gerak budaya ini. Ini bukan hanya tontonan, tapi juga penggerak ekonomi lokal dan kebanggaan bersama.” Pernyataan ini menegaskan bahwa festival semacam ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan budaya, tetapi juga untuk membuka peluang besar bagi para pelaku UMKM kreatif, seniman lokal, serta sektor pariwisata untuk tumbuh dan berkembang bersama melalui platform kolaboratif.

Melalui “Nusantara Menari”, Indonesia membuktikan bahwa seni dan budaya tidak pernah mati. Justru di tengah globalisasi dan modernitas, warisan budaya dapat tampil adaptif, edukatif, dan membangkitkan semangat persatuan. Dengan viralnya pertunjukan ini di media sosial, harapannya tradisi dan identitas budaya Indonesia semakin dikenal luas, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di mata dunia.

Baca Juga:Pesta Rakyat Malang Raya: Kolaborasi Budaya, Hiburan, dan Ekonomi Lokal