Kasus pengeroyokan yang menyebabkan kematian Alfin Syafiq Ananta (17) terus bergulir di meja hijau. Kemarin (30/9), sidang menghadirkan 12 tersangka dari sebuah perguruan silat, enam di antaranya masih berstatus anak-anak.
Kronologi Kejadian
Alfin tewas setelah mengalami pengeroyokan oleh 12 pelaku pada September lalu. Pengeroyokan ini terjadi setelah Alfin memposting foto dirinya dengan atribut perguruan silat di WhatsApp, yang kemudian mengundang reaksi dari pelaku.
Pada 4 September, pelaku pertama kali mengajak Alfin bertemu dan terlibat pengeroyokan. Dua hari kemudian, pada 6 September, Alfin kembali bertemu dengan pelaku, kali ini dengan lebih banyak orang yang ikut melakukan kekerasan.
Baca Juga : Kecelakaan Beruntun di Akhir September, Tiga Nyawa Melayang di Kabupaten Malang
Penyangkalan Para Terdakwa
Dalam persidangan, enam terdakwa yang masih berusia anak-anak duduk di kursi terdakwa, sementara enam pelaku dewasa menjadi saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maharani Indrianingtyas, SH, menyatakan, “Semua saksi tidak mengakui perbuatannya. Mereka mengklaim bahwa pengeroyokan tidak dilakukan dengan keras dan tidak mengenai kepala atau wajah.”
Sidang berlangsung lama karena JPU berusaha mengungkap kebenaran dari para saksi dewasa. Meskipun dalam video yang diputar terlihat jelas tindakan kekerasan, para terdakwa tetap membantah terlibat dalam aksi brutal tersebut.
Pembelaan Kuasa Hukum
Kuasa hukum para terdakwa, Jayawardana, SH, membantah keterlibatan kliennya dalam aksi pengeroyokan tersebut. “Salah satu klien saya, Nur Rochman, dalam BAP mengakui memukul, tapi di sidang ia menyatakan tidak tahu apa-apa,” kata Jayawardana melalui sambungan telepon.
Jayawardana juga menambahkan bahwa hasil asesmen dari Badan Pemasyarakatan (Bapas) Malang menyebut enam terdakwa anak-anak ini masih labil dan cenderung terbawa solidaritas. Mereka, katanya, sebaiknya menjalani pelatihan di Lapas Anak Blitar untuk rehabilitasi.
Baca Juga : Perlintasan KA di Comboran Malang Akan Dilengkapi Palang Pintu